untuk mencari judul skripsi yang di inginkan
Wednesday, May 2, 2012
manajemen partisipasi masyarakat dalam kerangka otonomi daerah di bidang pendidikan | Contoh Skripsi
Penulis : -
Kode :171
Judul : MANAJEMEN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH DI BIDANG PENDIDIKAN (Studi
Kasus Madrasah Terpadu Jl. Bandung Malang)
-------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah
satu tuntutan masyarakat untuk mereformasi tatanan kenegaraan adalah otonomi
daerah. Tuntutan ini menjadi urgen dan mendesak ketika sebagian anak bangsa
sudah mulai tercerahkan dan sadar setelah ‘dikibuli’ rezim orde baru yang
menerapkan pemerintahan sentralistik-diskriminatif. Selama lebih tiga
dasa warsa masyarakat dipangkas hak-haknya, bahkan nilai-nilai kemanusiaan-pun
harus diseragamkan sedemikian rupa dengan dalih 'persatuan dan kesatuan'. Pasca
pemerintahan orde baru, pemerintah mulai berusaha mengakomodasi tuntutan
tersebut yang kemudian dikristalisasikan dalam UU No.22 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah, dan UU No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah.Contoh Skripsi
Sesuai
dengan pasal 11 ayat (2) terdapat sebelas bidang yang wajib dilaksanakan oleh
daerah kabupaten dan daerah kota, yaitu; pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan
dan kebudayaan, pertanian, pertambangan, industri dan perdagangan, penanaman
modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja. Dalam tataran
konsep, otonomisasi terhadap sebelas bidang tersebut dirasa cukup bagus dan
dapat memenuhi tuntutan masyarakat, tetapi langkah operasionalisasinya akan
menimbulkan permasalahan-permasalahan baru yang perlu dipertimbangkan lebih
mendalam, terutama otonomi di bidang pendidikan.Contoh Skripsi
Dengan
menyimak isi UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25
tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah,
dapat disimpulkan bahwa fokus pelaksanaan otonomi daerah adalah di daerah kabupaten dan daerah kota. Untuk itu
sebagaian besar sumber pembiayaan nasional akan dilimpahkan lebih banyak ke
daerah sesuai dengan potensi dan kemampuan perekonomian daerah yang
berbeda-beda, sementara kewenangan pemerintah terbatas dengan dukungan sumber
pembiayaan yang terbatas pula. Sebagai konsekwensinya, maka berdasarkan pasal 7
ayat (2), Pemerintah, dalam hal ini
Departemen pendidikan Nasional, hanya menetapkan kebijakan perencanaan
dan pembangunan nasional secara makro, standarisasi, kontrol kualitas di bidang
pendidikan termasuk kebudayaan yang bersifat nasional. Dengan demikian, dari
segi kewenangan maupun sumber pembiayaan di bidang pendidikan dan kebudayaan,
Daerah kabupaten dan daerah kota akan memegang peranan penting terutama dalam pelaksanaannya.Contoh Skripsi
Otonomi
daerah di bidang pendidikan menurut Budi Iswanto (1999: 2) antara lain
didasarkan pada permasalahan-permasalahan pendidikan yang terjadi selama ini,
yaitu: pertama, kurang terkoordinasinya pengelolaan pendidikan antara
instansi (Depag, Diknas, Pemda); kedua, kebijakan pendidikan (visi,
misi, dst.) yang tersentralisasi, perencanaan top-down; ketiga, manajemen
sekolah tidak efektif, Kepala sekolah kurang otonom. Menurut temuan Mantja atau
sebagaimana analisis bank dunia (dalam Budi iswanto, 1999: 2), Kemampuan
managerial dan kepemimpinan kepala sekolah dianggap kurang memadai; kepala
sekolah tidak memiliki kewenangan yang cukup dalam mengelola keuangan sekolah;
kemampuan manajemen kepala sekolah pada umumnya rendah terutama di sekolah negeri;
pola anggaran tidak memungkinkan guru yang mengajar baik dapat memperoleh
tambahan insentif; peran serta masyarakat sangat kecil dalam pengelolaan
sekolah; keempat, tanggung jawab pendidikan oleh pemerintah, keluarga
dan masyarakat baru dipahami secara tehnis-ekonomis, untuk menarik dana dari
orang tua dan masyarakat, bukannya partisipasi dalam aspek tujuan, isi, proses,
evaluasi, dan sebagainya.Contoh Skripsi
Untuk
merespon permasalahan-permasalahan di atas, maka menurut Muchlas samani (1999:
6) lembaga pendidikan dapat mengembangkan “School Based Management” (SBM)
sebagai salah satu alternatif sekolah dalam program otonomi di bidang
pendidikan. Kosenp dasar school based management (SBM) adalah mengalihkan pengambilan keputusan
dari pusat/kanwil/kandep ke level sekolah. Oleh karena itu ada beberapa pakar,
yang memberi istilah school based decision making and management (Chapman,
1990). Dengan pengalihan wewenang pengambilan keputusan ke level sekolah
diharapkan sekolah akan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan
yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya. Dalam bahasa
lain sekolah mampu mengembangkan program yang relevan dengan kebutuhan
masyarakat.
Dengan
program yang relevan, diharapkan sekolah akan mampu menggali partisipasi masyarakat
untuk berperanserta dalam mengembangkan sekolah, sehingga sekolah menjadi
“milik” masyarakat. Di sini diharapkan tumbuh “rasa memiliki” sekolah dari
masyarakat. Oleh karena itu konsep BP3, perlu dikembangkan dalam arti
kenggotaan maupun perannya. Keanggotaan BP3 hendaknya mencakup masyarakat di
luar orang tua murid. Di masa datang diprediksi bahwa orang tua yang sudah
tidak memiliki anak di sekolah, tetapi diharapkan memiliki potensi kepedulian
terhadap pendidikan. Peran BP3, hendaknya tidak hanya menyumbang dana, tetapi
sampai dengan pemikiran bahkan dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah
dan pemeriksaan akuntabilitas pelasananya. Menurut total quality management (Sallis,
1993), mereka sebagai pelanggan sekunder yang tentunya memiliki dan mendapat
hak-hak tersebut.Contoh Skripsi
Anda dapat memiliki word/file aslinya
Hanya mengganti biaya administrasi pengelolaan webite sebesar, 50.000,- MURAH Meriah
Anda tidak repot lagi mencari referensi.
Konsep
SBM di atas, sebenarnya sudak dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan agama,
apakah pesantren atau madrasah, terutama
yang berstatus swasta. Lembaga pendidikan ini telah tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. Jika dipertanyakan
tentang kesiapan madrasah dalam menyambut otonomi pendidikan dengan alternatif
pengembangan SBM, maka eksistensi madrasah tetap akan dapat dipertahankan,
bahkan lembaga ini akan cepat berkembang pesat karena potensi yang dimiliki
masyarakat akan lebih banyak diarahkan ke lembaga ini. Berbeda dengan
sekolah-sekolah negeri yang tingkat ketergantungannya sangat tinggi kepada
pemerintah sehingga lembaga inilah yang sebenarnya perlu diwaspadai
eksistensinya ketika diberlakukan otonomisasi tersebut.
Diantara
potensi yang dimiliki madrasah adalah kekuatan yang ada pada masyarakat, bahwa
di satu sisi mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam yang memiliki ikatan
emosional dengan simbol-simbol keberagamaannya yang dimanifestasikan dengan
menjaga dan mengembangkan simbol-simbol tersebut, dan madrasah merupakan salah
satu simbol itu. Di sisi lain, madrasah memiliki akar sejarah yang kuat sebagai
lembaga yang memiliki identitas ke-Islaman dan ke-Indonesiaan sehingga
keberadaannya menjadi milik bersama bagi masyarakat dan pemerintah. Sementara
itu dalam konteks masyarakat yang sudah “kebanjiran” arus globalisasi dan
informasi yang secara tidak langsung berimplikasi negatif terhadap perkembangan
prilaku dan moralitas anak, dalam posisi demikian nilai-nilai agama akan
menjadi penting bagi masyarakat untuk mengimbangi perkembangan globalisasi dan
informasi di atas, maka dalam kaitan ini masyarakat akan memilih lembaga
pendidikan yang mampu membekali putra-putrinya dengan dua kompetensi sekaligus,
yakni Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan moralitas agama (IMTAQ),
dengan demikian madrasah akan memperoleh kesempatan lebih besar untuk dijadikan
alternatif pilihan bagi masyarakat karena lembaga ini berusaha mengaspirasikan
keinginan dan harapan masyarakat tersebut.
Bahwa
hakekat dari otonomi daerah adalah pemberikan mandat sepenuhnya kepada
masyarakat dalam mengatur dan mengembangkan daerahnya sendiri. Sementara itu
dilihat dari potensi dan peluang madrasah seperti disebutkan di atas, dimana
madrasah sudah menjadi milik; dari, oleh dan untuk masyarakat, maka madrasah
lebih memiliki kesiapan dibanding lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Dengan
demikian jika madrasah mampu membaca potensi dan peluang tersebut maka madrasah
akan lebih dapat dinamis atau paling tidak akan tetap eksis walaupun
keberadaannya berapa pada daerah kategori “miskin”.
Madrasah
terpadu yang terdiri dari MIN Malang I, MTs Negeri Malang I, dan MAN 3 Malang,
dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami kemajuan yang pesat baik dalam
aspek manajerialnya maupun kualitas pendidikannya. Kemajuan lembaga-lembaga
madrasah yang tergabung dalam madrasah terpadu tersebut tidak dapat dipisahkan
dari peran serta dan partisipasi masyarakat. Penelitian Abdul Djalil (1998) dan
Imran Arifin (1998) tentang MIN Malang I menunjukkan bahwa kemajuan yang diraih
selama ini antara lain atas kerja sama sinergis antara sekolah dengan BP-3 dan
dukungan dari elemen masyarakat baik instansi dinas atau non dinas.
Fenomena
di atas menunjukkan bahwa lembaga-lembaga madrasah yang tergabung dalam
madrasah terpadu tersebut pada kenyataannya telah mengembangkan “school
based management” sebagai salah satu alternatif sekolah dalam merespon otonomi
di bidang pendidikan. Seperti diuraikan di atas bahwa konsep SBM tersebut diantaranya ditandai oleh
partisipasi masyarakat yang tinngi serta keleluasaan sekolah mengelola sumber
daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan perioritas kebutuhan agar sekolah
lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat, dan masyarakat dituntut
partisipasinya agar mereka lebih memahami pendidikan, membantu, serta
mengontrol pengelolaan pendidikan.
Meskipun
madrasah-madrasah terpadu di atas berstatus negeri tetapi peran serta masyarakat relatif tinggi.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa manajemen partisipasi masyarakat di madrasah
terpadu tersebut dapat diberdayakan secara efektif. Penelitian ini selanjutnya
hendak mendeskripsikan secara empirik dan lebih mendalam tentang manajemen
partisipasi masyarakat di madrasah terpadu (MIN Malang I, MTs Negeri malang I,
dan MAN 3 Malang).
Berdasarkan latar belakang masalah
yang penulis uraikan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa permasalahan
yaitu :
1. Bagaimana
persepsi dan respon madrasah terpadu (MIN Malang I, MTs N Malang I dan MAN 3
Malang) terhadap otonomi daerah di bidang pendidikan ?
2. Bagaimanakah
Manajemen Partisipasi Masyarakat yang dikembangkan oleh Madrasah Terpadu dalam
kerangka otonomi daerah di bidang pendidikan ?
Manajemen di sini lebih difokuskan
pada bagaimana melakukan pengelolaan partisipasi masyarakat (community
support) yang terdiri dari serangkaian berbagai aktivitas pengelolaan,
yaitu :
a.
Penjajagan kebutuhan (kajian
kebutuhan madrasah dan situasi masyarakat / lingkungan)
b.
Perencanaan kegiatan (kajian potensi
dan kegiatan alternatif)
c.
Pelaksanaan kegiatan (kajian sikap
dan perilaku)
d.
Pemantauan kegaiatan (monitoring
perkembangan)
e.
Evaluasi kegiatan (kajian hasil
akhir program).
Anda dapat memiliki word/file aslinya
Hanya mengganti biaya administrasi pengelolaan webite sebesar, 50.000,- MURAH Meriah
Anda tidak repot lagi mencari referensi.
Di jamin asli.contohmakalah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2
SELAMAT DATANG
terimakasih telah berkunjung
KUMPULAN JUDUL TESIS MANAJEMEN KLIK
KUMPULAN JUDUL TESIS STUDI AGAMA ISLAM KLIK
KUMPULAN JUDUL Keperawatan KLIK
KUMPULAN JUDUL Tesis PAI USA KLIK
KUMPULAN JUDUL TESIS AHWAL SYAHSHIYAH KLIK
KUMPULAN JUDUL TESIS PENDIDIKAN GURU MADRASAH KLIK
MOHON MAAF JIKA PENGUNJUNG TERGANGGU DANGAN IKlAN :-)
sekiranya mengganggu segera di tutup saja
alhamdulilah, blog dikunjungi 400 orang / hari :-)
kami adalah jasa pencari referensi ILMIAH
hub.0857-351-08864
terimakasih telah berkunjung
KUMPULAN JUDUL TESIS MANAJEMEN
KUMPULAN JUDUL TESIS STUDI AGAMA ISLAM
KUMPULAN JUDUL Keperawatan
KUMPULAN JUDUL Tesis PAI USA
KUMPULAN JUDUL TESIS AHWAL SYAHSHIYAH
KUMPULAN JUDUL TESIS PENDIDIKAN GURU MADRASAH
MOHON MAAF JIKA PENGUNJUNG TERGANGGU DANGAN IKlAN :-)
sekiranya mengganggu segera di tutup saja
alhamdulilah, blog dikunjungi 400 orang / hari :-)
hub.0857-351-08864
No comments:
Post a Comment