Penulis : -
Kode :171
Judul : Kurikulum Berbasis
Kompetensi “Pai” Smu: (Analisis Berdasarkan Paradigma Pendidikan Islam
Menghadapi Era Globalisasi).
-------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era reformasi menuntut perubahan
total dalam kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia. Reformasi dituntut dalam
segala bidang, khususnya bidang politik, ekonomi, hukum dan budaya. Lalu
bagaimanakah dengan reformasi pendidikan?. Apabila reformasi dituntut dalam
semua bidang kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia, maka berarti pula
pendidikan nasional menuntut reformasi.
Contoh Skripsi
Reformasi pendidikan nasional harus
dilaksanakan sesuai dengan visi reformasi, yaitu terwujudnya tatanan kehidupan
sesuai dengan amanat proklamasi Pancasila yang memiliki cita-cita dan harapan
masa depan (futuristik), demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak
asasi manusia dan bertanggung jawab, berakhlak mulia, tertib dan sadar hukum,
kooperatif dan kompetitif, serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar
generasi dan antar bangsa. Masyarakat yang cerdas adalah masyarakat yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, maju dan mandiri serta
berwawasan budaya.
Contoh Skripsi
Pendidikan
merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan manusia yang sekaligus
membedakan manusia dengan hewan, manusia dikaruniai Tuhan akal pikiran,
sehingga proses belajar mengajar merupakan usaha manusia dalam masyarakat yang
berbudaya, dan dengan akal manusia akan mengetahui segala hakekat permasalahan
dan sekaligus dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Contoh Skripsi
Di
samping pendidikan itu penting bagi setiap manusia, pendidikan juga merupakan
bagian terpenting bagi negara, maupun pemerintah pada era reformasi ini. Karena
penting, maka pendidikan harus senantiasa ditumbuh kembangkan secara sistematis
oleh para pengambil kebijakan yang berwenang di Republik ini. Pembaharuan demi
pembaharuan selalu diupayakan agar pendidikan benar-benar dapat memberikan
kontribusi yang signifikan dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
sebagaimana telah diamanatkan oleh para pendiri Republik ini yang dituangkan
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Contoh Skripsi
Pada
dasarnya pendidikan adalah upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu
hidup dengan baik dalam masyarakatnya, mampu mengembangkan dan meningkatkan
kualitas hidupnya sendiri serta memberikan konstribusi yang bermakna dalam
mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan bangsanya.
Pendidikan merupakan tindakan antisipatoris, karena apa yang
dilaksanakan pada pendidikan sekarang akan diterapkan dalam kehidupan pada masa
yang akan datang. Maka pendidikan saat ini harus mampu menjawab
persoalan-persoalan dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi saat ini juga.
Berdasar atas tanggung jawab itu, maka para pendidik, terutama pengembang dan
pelaksana kurikulum harus berfikir ke depan dan menerapkannya dalam pelaksanaan
fungsi dan tugasnya.
Oleh
karena itu tidak berlebihan jika sampai saat ini pendidikan masih sebagai
sesuatu yang utama dalam komunitas suatu masyarakat. Persepsi masyarakat akan
menjadi logis apabila benar-benar diamati bahwa pendidikan akan memberi peluang
pada manusia untuk memiliki ilmu pengetahuan, berbagai keterampilan kemahiran
lainya.
Contoh Skripsi
Bukankah
pendidikan mempersiapkan generasi muda sebagai penyandang nilai-nilai baru yang
dituntut dalam era reformasi dewasa ini?. Seorang filosof dan ahli pendidikan
yang terkenal John Dewey di dalam tulisannya yang terkenal yaitu
“The School
and Society” (1899), dia menunjukkan bahwa apa yang disebut dengan
“New
Education” berarti pendidikan tidak dapat diisolasi dari masyarakat.
Pendidikan
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang ingin maju. Pendidikan dan
masyarakat membentuk suatu sistem. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu
kombinasi terpadu antara sarana, informasi dan manusia yang terlibat untuk
menyelesaikan masalah agar dapat mencapai sasaran. Pendidikan perlu dirancang
secara seksama. Suatu rancangan pendidikan yang disusun untuk melancarkan
proses belajar di bawah bimbingan staf pendidik dan tanggung jawab suatu
lembaga pendidikan disebut
kurikulum. Tetapi sangat disayangkan bahwa
kurikulum disusun oleh pihak tertentu yang tidak ada sangkut pautnya dengan
proses, yakni para guru sebagai “penggerak” kurikulum untuk mewujudkan
terjadinya perubahan kelakuan peserta didik sesuai yang diharapkan masyarakat
“pemakai”
atau mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, bila suatu
pendidikan dinyatakan gagal tidak semata-mata letaknya pada kurikulumnya tetapi
juga pada manusia yang merancang, menggerakkan dan menerima.
Contoh Skripsi
Pada
masa Orde Baru dengan model pemerintahan yang represif ternyata telah
menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang tertekan, yang tidak kritis, yang
bertindak dan berpikir dalam acuan struktur. Padahal tujuan akhir pengembangan
pendidikan di Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat madani
(civil
society) yang bercirikan demokrasi, kepastian hukum, egalitarian,
penghargaan yang tinggi pada
human dignity,
dan kemajuan bangsa dan negara dalam satu kesatuan religius.
Dengan demikian apabila kita ingin mereformasi pendidikan, maka sistem
pendidikan nasional harus mempunyai visi yang sesuai dengan konstitusi ialah
“mewujudkan masyarakat demokrasi”, masyarakat yang menghargai hak-hak asasi
manusia dan mengembangkan tanggung jawab masyarakat untuk mewujudkan masyarakat
yang di cita-citakan.
===================================
DAPATKAN FILE nya Dengan menghubungi admin
Silahkan download file aslinya setelah menghubungi admin….. klik disini
Hanya mengganti biaya administrasi pengelolaan webite sebesar, 50.000,- MURAH Meriah
Anda tidak repot lagi mencari referensi.
Dalam
era reformasi pendidikan, Tilaar berpendapat bahwa pendekatan
sentralistik
dalam pendidikan masih diperlukan. Hal itu untuk menentukan kurikulum
pendidikan agar anggaran mencapai kesamaan dan pemerataan standar pendidikan di
seluruh wilayah tanah air. Sedangkan
desentralisasi mengandung arti
sebagai pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang
ada di daerah, baik pada tingkat provinsi maupun lokal.
Sehingga menjadi logis ketika pemerintah pusat “menghapus kurikulum nasional,”
dan hanya membuat standar kurikulum untuk rambu-rambu daerah.
Yang ada kurikulum masyarakat dan kurikulum sekolah.
Pada
sisi lain, dalam proses reformasi pendidikan, ternyata pendidikan tengah
mengalami krisis. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Tilaar, bahwa pendidikan
mengalami krisis dalam hal
kuantitas dan
kualitas,
relevansi
atau
efisiensi
eksternal,
elitisme dan
manajemen. Lebih
lanjut dikatakan bahwa setidaknya ada enam masalah pokok dalam sistem
pendidikan nasional. (1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik, (2)
pemerataan kesempatan belajar, (3) masih rendahnya efisiensi internal sistem
pendidikan, (4) status kelembagaan, (5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan
dengan pembangunan nasional, (6) sumber daya yang belum profesional.
Menurunnya,
akhlak dan moralitas peserta didik merupakan persoalan besar bagi pendidikan
agama di Indonesia. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, di antaranya adalah
proses pendidikan. Menurut Harun Nasution
(1996), yang diperlukan
sekarang ini adalah
pendidikan agama, bukan
pengajaran agama.
Yang dimaksud dengan pengajaran agama adalah pengajaran tentang pengetahuan
keagamaan kepada siswa, seperti pengetahuan tentang tauhid atau ketuhanan,
pengetahuan tentang fiqh yang umumnya berkisar tentang masalah shalat, zakat,
puasa dan haji. Dengan demikian apa yang disebut dengan pendidikan agama dalam
sistem pendidikan Indonesia, bukan bertujuan menghasilkan siswa yang berjiwa agama,
tetapi siswa yang berpengetahuan agama. Kelihatannya disinilah letak salah satu
sebab dari sebab-sebab timbulnya kemerosotan akhlak yang dijumpai sekarang
dalam masyarakat Indonesia.
Kehidupan
dan peradaban manusia pada awal Millenium ketiga ini mengalami banyak
perubahan. Dalam merespon fenomena itu, manusia terpacu mengembangkan
pendidikan, baik di bidang ilmu-ilmu sosial, ilmu alam, ilmu pasti maupun ilmu
terapan. Namun bersamaan dengan itu muncul krisis dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, misalnya krisis politik, ekonomi, sosial, hukum, etnis agama,
golongan dan ras. Akibatnya, peran serta efektivitas pendidikan agama di
sekolah sebagai pemberi nilai spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat
dipertanyakan. Dengan asumsi, jika pendidikan agama dilakukan dengan baik, maka
kehidupan masyarakat akan lebih baik.
Kenyataannya,
seolah-olah pendidikan agama dianggap kurang memberikan kontribusi ke arah itu.
Setelah ditelusuri, pendidikan agama menghadapi beberapa kendala, antara lain:
waktu yang disediakan hanya dua jam pelajaran dengan muatan materi yang begitu
padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga
terbentuk watak dan keperibadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap
mata pelajaran lainnya.
Memang
tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara harapan
dan kenyataan itu kepada pendidikan agama di sekolah, sebab pendidikan agama di
sekolah bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak
dan kepribadian siswa. Apalagi dalam pelaksanaan agama tersebut masih terdapat
kelemahan-kelemahan yang mendorong dilakukannya penyempurnaan terus menerus.
Kelemahan lain, materi pendidikan agama Islam, termasuk bahan ajar akhlak,
lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam
pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik).
Kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam
memberi motivasi kepada peserta didik untuk memberikan nilai-nilai pendidikan
agama dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam
mengembangkan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai
sarana pelatihan dan pengembangan serta rendahnya peran serta orang tua siswa.
Dalam
kurikulum 1975, 1985 dan 1994, target yang harus dicapai
(attainment target),
dicantumkan dalam tujuan pembelajaran umum. Hal ini kurang memberi kejelasan
tentang kemampuan yang harus dikembangkan. Atas dasar teori dan prinsip
pengembangan kurikulum yang dipraktekkan diberbagai negara seperti Singapura,
Australia, Inggris dan Amerika; juga didorong oleh
visi, misi dan
paradigma
baru pendidikan agama Islam, maka penyusunan kurikulum pendidikan agama
Islam perlu dilakukan dengan berbasis kompetensi dasar
(basic competency).
Dalam
konteks pendidikan formal, pendidikan SMU merupakan satu sub sistem pendidikan
nasional. Secara
horizontal, penyelenggaraannya terkait dengan sub
sistem-sub sistem lainya, seperti sekolah menengah kejuruan yang menyiapkan
siswa memasuki lapangan kerja atau industri. Secara
vertikal, ia juga
terkait dengan lembaga pendidikan tinggi. Sehingga sangat
urgen untuk
membahas tentang kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sekolah menengah umum
(SMU). Untuk mempersiapkan sumber daya manusia itu, maka kurikulum SMU perlu
diperbaiki dan disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan tersebut.
Pendidikan
bukanlah segala-galanya, namun tanpa pendidikan yang baik cita-cita kehidupan
bersama tidak dapat diwujudkan. Selain itu untuk mempersiapkan manusia memasuki
Millenium III dengan tuntutan-tuntutan globalnya, reformasi pendidikan nasional
merupakan suatu yang sangat perlu.
Oleh karena itu, menurut Tilaar kegiatan belajar mengajar harus dapat membekali
peserta didik dengan kecakapan hidup
(life skill atau life competency).
Bersamaan dengan itu, kegairahan pendidikan
saat ini tumbuh sebagai penganut pemikiran Liberal yang mendominasi. Hal itu
ditandai dengan munculnya berbagai proses pendidikan dan pelatihan yang pada
dasarnya berpijak pada paradigma Liberal dalam berbagai bentuk dan
pendekatanya. Itulah misalnya mengapa pada tahun 70-an dunia pendidikan
disemarakkan oleh berkembangnya model-model pelatihan untuk menjadi kapitalis
sejati, seperti AMT
(Achievement Motivation Training). Dewasa ini, arus
itu juga dipertajam dengan fenomena munculnya gagasan
“sekolah unggulan”, dan
sering terdengar dengan gagasan
‘link and match’ dalam aspek pendidikan.
Sehingga sekolah-sekolah yang rendah kualitasnya akan tersingkir karena
kurangnya siswa, sedangkan sekolah-sekolah yang mampu menyediakan
peralatan-peralatan modern akan menjadi pilihan mereka.
Seiring dengan berkembangnya dunia global dan informasi, maka pembelajaran di
sekolah-sekolah zaman sekarang, seharusnya tidak dibatasi oleh buku-buku teks
atau pengetahuan yang berhubungan dengan buku-buku teks semata.
Akan tetapi juga diperlukan aspek
inquiry,
sehingga mampu berfikir secara kritis dan adaptif.
Hal
seperti di atas terjadi hampir pada semua jenjang sekolah mulai SD sampai SLTA,
padahal pendidikan diharapkan mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang mempunyai
dasar-dasar karakter, kecakapan, keterampilan dan pengetahuan yang kuat juga
visi pendidikan yang menengah, yaitu menghasilkan lulusan yang memiliki
karakter, kecakapan dan keterampilan yang kuat untuk digunakan dalam mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta
mengembangkan kemampuan lebih lanjut atau pendidikan tinggi.
Serangkaian kebijakan pemerintah di
bidang pendidikan akhir-akhir ini telah banyak dilakukan seiring dengan
perubahan kebijakan nasional secara makro. Istilah-istilah yang muncul untuk
memberikan predikat terhadap kebijakan-kebijakan baru tersebut antara lain:
otonomi pendidikan, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
atau Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS),
Life Skill,
dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Serangkaian kebijakan tersebut
merupakan wujud dari komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan mutu
pendidikan seiring dengan tuntutan perkembangan yang semakin kompetitif.
Banyak yang menilai bahwa sistem
pendidikan yang dikembangkan di Indonesia selama ini sudah ketinggalan zaman,
selain di desain bersifat sentralistik, sistemnya cenderung berlaku general
untuk semua daerah, padahal antara satu daerah dengan daerah lain mempunyai
karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu perlu pengembangan terhadap sistem
pendidikan tersebut. Yang intinya bagaimana membuat sistem pendidikan itu mampu
melahirkan lulusan yang berkualitas dengan memiliki kompetensi atau keahlian
tertentu.
Menurut Fazlur Rahman, meskipun telah
dilakukan usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam, namun dunia pendidikan
Islam masih saja dihadapkan kepada beberapa problema. Tujuan pendidikan
sekarang tidaklah benar-benar diarahkan kepada tujuan yang positif.
Tujuan pendidikan Islam hanya diorientasikan pada akhirat semata dan cenderung
defensif (mempertahankan kaum muslimin
dan pencemaran dan pengerusakan yang ditimbulkan oleh dampak gagasan Barat.
Perubahan sosial yang cepat yang tidak dibarengi dengan “pertemuan” (
encounters),
antara wacana keagamaan dan realitas empiris menyebabkan posisi agama berada
pada posisi “bawah” (
subordinate), sebagaimana yang dilukiskan oleh
Gellner, “pertemuan” mereka dengan
perkembangan ilmu-ilmu sosial dan industrialisasi mengantarkan mereka pada
pintu “sekularisasi”. Dengan itu, nilai-nilai keagamaan dikhawatirkan memudar.
Pendidikan yang berbasis kompetensi, sebagaimana dikemukakan praktisi
pendidikan P. Sinambela (2002),
adalah sebuah program pendidikan yang di rancang dengan menfokuskan diri kepada
spesialisasi yang menjadi keahliannya. Sistem pendidikan tersebut bertujuan
membekali anak didik dengan keahlian tertentu yang disesuaikan dengan tingkat
kemampuan dasar yang dimilikinya.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional khususnya SMU pemerintah merencanakan untuk mengganti kurikulum 1994
dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), yang diharapkan efektif diterapkan
secara nasional mulai tahun 2005. Berbagai langkah telah dan sedang
dilaksanakan oleh Depdiknas, mulai dari sosialisasi sampai pada usaha
menjadikan beberapa sekolah sebagai
mini
piloting. Dari kegiatan ini dimaksudkan akan mendapatkan umpan balik (
feedback) secara langsung yang nantinya
di gunakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut
.
Secara ideal tatanan teori perubahan
kurikulum dimungkinkan terjadi setelah sepuluh tahun, itu pun harus didasari
pada hasil pengkajian dan penilaian secara mendalam. Namun memang kurikulum
harus dinamis dan adaptif terhadap segala perubahan yang
terjadi ditengah-tengah masyarakat yang berkembang. Dinamis berarti terus
berkembang menuju arah yang lebih baik dan menjawab tantangan zaman, adaptif
berarti mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan serta diperlukan oleh masyarakat.
Implikasi kurikulum berbasis
kompetensi setidaknya menuntut perubahan terhadap berbagai aspek pendidikan
termasuk reformasi sekolah (
school reform)
yang merupakan suatu konsep perubahan kearah peningkatan mutu pendidikan
sebagaimana yang dicanangkan oleh
Menteri
Pendidikan Nasional pada hari pendidikan nasional pada tanggal 2 Mei 2002.
Berakar pada hal tersebut memang sudah saatnya dimulai mengingat mutu
pendidikan kita yang memprihatinkan.
Namun demikian bahwa dalam
implementasi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memerlukan reformasi sekolah
yang di dalamnya juga menuntut adanya perbaikan fasilitas yang dalam bahasa
orang-orang kapitalis disebut
Reformasi
Kosmetik, umumnya yang dilakukan adalah seperti perlunya membangun kelas
dan fasilitas baru, memodernkan peralatan sekolah dengan pengadaan komputer
yang lebih canggih dan laboratorium, serta berbagai usaha untuk menyehatkan
rasio murid-guru.
Hal itu merupakan paradigma kaum Liberalis, bagi salah satu aliran Liberal
yakni
“Structural Fungsionalism,“pendidikan
justru dianggap sebagai sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai
masyarakat. Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan
dan memproduksi nilai-nilai tata susila, keyakinan dan nilai-nilai dasar pada
masyarakat luas agar berfungsi secara baik.
Adanya konsep pendidikan berbasis
kompetensi, boleh di pandang sebagai sebuah janji dimana sekian tahun
belakangan kita benar-benar memiliki orang-orang yang berkompetensi dalam arti
yang sesungguhnya, karena dididik dan dibina berdasarkan kecakapan dasar atau
bakat yang dimilikinya dan manakala dia selesai dari bangku pendidikan, dia
memiliki kecakapan dan kemampuan dalam bidang tertentu dalam arti yang
sesungguhnya.
Dan
tampaknya pihak Depdiknas menilai bahwa kurikulum 1994 sudah ketinggalan jaman (out of date,) yang sudah tidak mampu
menjawab tantangan dunia yang semakin kompetitif, tidak mampu lagi menjawab
tuntutan masyarakat. Dalam pemahaman ini muncullah kurikulum berbasis
kompetensi (KBK).
Akan tetapi di sisi lain ada
pandangan yang berbeda yang menganggap bahwa dengan menggunakan kurikulum
berbasis kompetensi dengan paradigma behavioristiknya sama halnya dengan
menggunakan kurikulum yang sudah basi. Hal itu pernah disampaikan oleh I Nyoman
Sudjana Degeng pada seminar nasional yang dilaksanakan di UIIS Malang. Dia
mengatakan bahwa Paling tidak Indonesia kalau ingin menjadi negara yang maju
harus menggunakan paradigma baru yang digunakan oleh negara-negara maju, yaitu
dengan menggunakan
life skill (kecakapan hidup) dengan paradigma
konstruktivistiknya
, karena kurikulum berbasis kompetensi
adalah kurikulum yang sudah diterapkan oleh negara-negara maju pada tahun
80-an. Sehingga kalau memakai paradigma lama, maka selamanya Indonesia akan
terbelakang.
Hal
senada juga dikatakan oleh Ki Supriyoko bahwa yang terpenting adalah perbaikan
mutu guru, karena perbaikan kurikulum tidak akan berarti apa tanpa peningkatan
mutu guru.
Menyikapi
perbedaan paradigma tersebut, maka perlu adanya analisa yang mendalam mengenai
kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Disisi lain bagaimana KBK jika
ditinjau berdasarkan paradigma Pendidikan Islam?. Selain itu, pendidikan juga
dihadapkan dengan pengaruh Era Globalisasi yang tidak hanya membawa implikasi
dari segi ekonomi, sosial dan budaya, melainkan juga pendidikan sebagai salah
satu aspek terpenting dalam kehidupan.
Berdasarkan
dari refleksi itulah, maka ada alasan yang sangat mendasar untuk membahas
masalah ini dalam skripsi yang berjudul KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
“PAI” SMU: (Analisis Berdasarkan Paradigma Pendidikan Islam Menghadapi Era
Globalisasi). Topik ini penulis anggap relevan dengan perkembangan
zaman yang berimplikasi kepada perubahan perilaku-perilaku sosial. Maka
pendidikan saat ini punya peranan yang sangat penting sekali untuk menentukan
mampu atau tidaknya meningkatkan Human Resources (sumber daya manusia),
mengatasi krisis akhlak dan moral, serta mampu bersaing dengan negara-negara
yang sudah maju, terutama dalam menghadapi pasar bebas.
Hal ini juga didukung dengan adanya
otonomi daerah, di mana masing-masing daerah mempunyai kebijakan yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
B. Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK)?
- Apa Paradigma Pendidikan Islam?
- Bagaimana KBK Khususnya SMU Jika Ditinjau
Berdasarkan Paradigma Pendidikan Islam?
- Bagaimana Paradigma Pendidikan Islam Menghadapi Era
Globalisasi?
===================================
DAPATKAN FILE nya Dengan menghubungi admin
Silahkan download file aslinya setelah menghubungi admin….. klik disini
Hanya mengganti biaya administrasi pengelolaan webite sebesar, 50.000,- MURAH Meriah
Anda tidak repot lagi mencari referensi.
Di jamin asli.contohmakalah
No comments:
Post a Comment