untuk mencari judul skripsi yang di inginkan
Thursday, May 10, 2012
kepemimpinan kepala madrasah dalam inovasi pendidikan | Contoh Skripsi
Penulis : -
Kode :183
Judul : Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Inovasi Pendidikan
-------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Madrasah
dalam khazanah kehidupan manusia Indonesia merupakan fenomena budaya yang telah
berusia satu abad lebih. Bahkan, bukan suatu hal yang berlebihan, madrasah
telah menjadi salah satu wujud entintas budaya Indonesia yang dengan sendirinya
menjalani proses sosialisasi yang relatif intensif. Indikasinya adalah
kenyataan bahwa wujud entintas budaya ini telah diakui dan diterima
kehadirannya. Secara berangsur namun pasti, ia telah memasuki arus utama
pembangunan bangsa menjelang akhir abad ketergantungan–20 ini. Contoh Skripsi
Madrasah mengandung arti tempat atau wahana anak
mengenyam proses pembelajaran. Maksudnya, di madrasah itulah anak menjalani
proses belajar secara terarah, terpimpin, dan terkendali. Dengan demikian,
secara teknis madrasah menggambarkan proses pembelajaran secara formal yang
tidak berbeda dengan sekolah. Hanya dalam lingkup kultural, madrasah memiliki
konotasi spesifik. Di lembaga ini anak memperoleh pembelajaran hal ihwal atau
seluk beluk agama dan keagamaan. Sehingga dalam pemakainya, kata madrasah lebih
dikenal sebagai sekolah agama.
Madrasah dalam perjalanannya mengalami transisi yang
cukup panjang dengan realitas di lapangan. Transisi perubahan madrasah
disebabkan fenomena yang ada, yaitu pendudukan kolonial Belanda yang
mendiskriditkan pendidikan Islam (madrasah). Kemudian timbul istilah ilmu umum
dan ilmu agama.
Realitas itu kemudian memunculkan pemikiran dari kaum
modernis Islam, bahwa madrasah harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan
yang ada, memasukan ilmu-ilmu umum di dalamnya. Hal itu, dalam rangka
meningkatkan pemahaman siswa terhadap ilmu agama dan umum.Contoh Skripsi
Dalam perkembangannya inovasi madrasah secara formal
dirintis oleh bapak Prof. DR. Mukti Ali, sewaktu menjabat sebagai Menteri Agama
RI (1971-1978). Dengan terobosan SKB Tiga Menteri, yang mewajibkan kurikulum
mata pelajaran umum sebanyak 70 % dan agama 30 % di madrasah, sebagai langkah
untuk inovasi pendidikan madrasah. Inovasi tersebut, untuk meningkatkan
kualitas pendidikan, menciptakan suatu iklim belajar mengajar yang tepat
sebagaimana layaknya pendidikan modern.Contoh Skripsi
Inovasi pendidikan selanjutnya adalah pemberlakuan
kurikulum 1994 yang mengajarkan mata pelajaran umum 100 % plus. Pemberlakuan
tersebut, dalam rangka mencari terobosan baru untuk kualitas pendidikan, agar
menguasai ilmu agama dan ilmu umum secara seimbang. Realitas lapangan
menunjukan bahwa pemberlakuan ini, tidak direspon baik oleh pengelola madrasah,
sehingga inovasi/pembaharuan madrasah berjalan lambat.
Kita menyadari dalam dinamika dan peradaban global saat
ini, madrasah mengalami tantangan yang sangat berat. Yakni masyarakat mulai
terbelenggu dengan pandangan
positivisme, materialisme, dan kapitalisme sehingga segala sesuatu yang
tidak memberikan faedah, keuntungan, dan peluang akan ditinggalkan. Bertolak
dari pandangan di atas bahwa madrasah
dianggap marginal oleh masyarakat memang cukup beralasan. Masyarakat menganggap
madrasah tidak profesional, tidak berkualitas, nem dibawah rata–rata, out
put tidak mampu berkompetisi dengan yang lain, dan bahkan dianggap
manajemen madrasah amburadul (Common Sense).
Hal ini
diperkuat pandangan Mastuhu (1999 :59), bahwa kelemahan sistem pendidikan
madrasah, yakni (1) mementingkan materi di atas metodologi, (2) mementingkan
memori diatas analisis dan dialog, (3) mementingkan pikiran vertikal diatas
literal, (4) mementingkan penguatan pada “otak kiri” diatas “otak kanan”, (5)
materi pelajaran agama yang diberikan masih bersifat tradisional, belum
menyentuh aspek rasional, (6) penekanan yang berlebihan pada ilmu sebagai
produk final, bukan pada proses metodologinya, dan (7) mementingkan orientasi
“memiliki” di atas “menjadi”.
Pandangan ini, dapat terbukti di
lapangan bahwa madrasah-madrasah yang ada di lapangan (misalnya: Blitar,
Tulungagung, Kediri, Malang, dan bahkan hampir seluruh madrasah yang ada di
Indonesia) terutama madrasah swasta tidak mampu memberikan pembaharuan dan
pencerahan bagi pendidikan Islam, akibat mendirikan madrasah yang hanya
mementingkan kuantitas bukan kualitas. Begitu juga keberadaan Madrasah
Ibtidaiyah swasta sebagian besar mengalami nasib yang sama, yakni keberadaannya
la yamutu wala yahya / wujuduhu kaadamihi, dapat dibilang hidup segan mati tak mau.
Hal ini disebabkan oleh faktor
kepemimpinan yang tidak mampu menggerakan, mempengaruhi, mendorong, dan
memanfaatkan sumber daya yang ada baik materiil, non materiil yang ada.
Manajemen yang diterapkan seorang pemimpin (kepala madrasah) ala kadarnya,
sehingga madrasah tidak dapat berkembang secara baik dari aspek kualitas dan
kuantitas.
Disamping hal tersebut disebabkan,
masalah-masalah pengelolaan madrasah yang selanjutnya dikelompokan menjadi: (1)
masalah pengelolaan keuangan (2) masalah
pengelolaan waktu (3) masalah perilaku disiplin murid (4) masalah orang tua
murid (5) masalah hubungan sekolah dengan masyarakat (6) masalah guru dan
pengajaran (7) masalah hubungan, komunikasi, dan iklim sekolah (8)
masalah-masalah lain. Bertolak dari kelemahan itu, yang menjadi pertanyaan
mengapa upaya inovasi yang telah dirintis sejak dulu, utamanya peningkatan
kualitas pendidikan rendah di MI, tidak berhasil sebagaimana yang diharapkan?
adakah kesalahan dalam pengelolaan inovasi pendidikan madrasah?
Untuk menjawab pertanyaan itu,
banyaknya masalah pengelolaan madrasah, diperlukan inovasi. Inovasi itu sendiri
menurut Frymier dkk (1984) merupakan upaya pemecahan masalah-masalah yang
dihadapi. Sedangkan apabila dikaitkan dengan fungsinya sebagai institusi sosial
terbuka, maka madrasah memang dituntut mengadakan inovasi-inovasi untuk
memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat yang selalu berubah. Apabila tidak
mampu mengadakan inovasi yang sesuai, maka madrasah tidak akan mampu hidup lama
(wala yamutu wala yahya). Karena itu tidak berlebihan kiranya apabila Goodlad
(1975), Henderson dan Perry (1987), dan Mckibbin (1983) merekomendasikan bahwa
sekolah (madrasah) yang baik adalah sekolah (madrasah) yang mampu mengadakan
inovasi-inovasi (Bafadal, 1995 :11).
Hal ini diperkuat pandangan Ibrahim
(1988 : 52-54), bahwa inovasi pendidikan madrasah adalah suatu keharusan untuk
peningkatan kualitas dan profesional pendidikan dalam rangka menatap masa
depan, inovasi pendidikan tersebut adalah pembinaan personalia, banyaknya
personal dan wilayah kerja, fasilitas fisik, penggunaan waktu, perumusan
tujuan, prosedur, peran yang diperlukan, wawasan perasaan, bentuk hubungan
antar bagian, hubungan dengan sistem yang lain, dan strategi : desain,
kesadaran dan perhatian, evaluasi, dan percobaan. Dari sinilah inovasi
pendidikan madrasah harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan.
Dari berbagai masalah dan kelemahan madrasah yang ada,
khususnya madrasah Ibtidaiyah swasta, ada madrasah Ibtidaiyah swasta yang sudah
mengaktualisasikan diri kembali, dan mengembalikan dirinya sebagai lembaga yang
favorit, alternatif, dan teladan yang dapat memberikan wahana pembaharuan dan
pencerahan bagi lembaga pendidikan Islam masa depan, yaitu MIJS Malang.
MIJS lahir sebagai suatu
wadah untuk menampung calon siswa MIN Malang I yang tidak tertampung karena
keterbatasan ruang belajar, sementara dari pihak orang tua sangat menginginkan
putra-putrinya mendapat pendidikan berkualitas seperti MIN Malang 1. Sejak
tahun 1987/1988 YAPI membuka pendaftaran siswa baru, kelas 1 sementara tempat
belajarnya menumpang di MIN Malang 1 dengan jumlah 46 orang. Pada tahun
pelajaran 1990/1991, YAPI bekerjasama dengan YASULA (Yayasan Usaha Sosial
Susila), untuk mengelola MIJS.
Atas peran serta semua
pihak khususnya BP-3 dalam bidang penggalian dana untuk pengembangan sarana dan
prasarana dan operasional pendidikan, maka pendidikan MIJS berkembang pesat.
Dalam jangka waktu tiga tahun berbagai prestasi baik akademik non akademik
sangat membanggakan. Dengan prestasi tersebut maka kepercayaan masyarakat
terhadap MIJS bertambah besar. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya jumlah
siswa.
Pada tahun 1996 MIJS
memisahkan diri dari YASULA. Hal ini dilakukan oleh MIJS dikarenakan YASULA
memiliki kepentingan yang sangat menonjol dan berusaha mengeruk keuntungan yang
sebesar-besarnya dari pola usaha sosial pendidikan di MIJS.
Dari peristiwa inilah, MIJS
mengalami kemerosotan, baik dibidang kualitas pendidikan dan sarana dan
prasarana. Dalam bidang pendidikan, prestasi akademik siswa dapat dikatakan
stagnan (menurun) karena pengelolaan proses belajar mengajar ala kadarnya
(tidak ada inovasi). Bidang sarana dan prasarana tidak dapat terpenuhi, karena
fasilitas gedung untuk proses belajar mengajar pindah dari tempat satu ke
tempat yang lain (tidak mempunyai gedung), yang menyebabkan konsentrasi belajar
siswa menjadi terganggu, dan tidak tidak kondusif.
Hal ini berjalan kurang
lebih 1 tahun, 1996-1997. Madrasah dapat dikatakan dalam keadaan “kolab”
yang berarti kemunduran yang sulit dibenahi (la yamutu wala yahya).
Banyak orang tua murid yang mengambil anaknya untuk di sekolahkan di madrasah
yang lain. Sebab orang tua murid tidak percaya lagi terhadap prestasi akademik
dan non akademik MIJS. Hal itu dibenarkan bapak Suyanto, S.Pd sebagai
koordinator pengelola kurikulum yang
menjadi tenaga pengajar dari awal didirikan MIJS bahwa 1 tahun MIJS mengalami nasib yang menyedihkan
(kolab), disebabkan sistem pengelolaan pendidikan kurang baik, dan kesalah
pahaman pengelola.
Akhirnya pada pertemuan
Cahyaningrat memilih DR. Imron Arifin sebagai kepala MIJS yang baru. Pemilihan
itu, kata bapak Suyanto, S.Pd sebagai koordinator pengelola kurikulum untuk
membenahi kinerja yang baik, dan meningkatkan kualitas pendidikan di MIJS.
Dengan waktu yang relatif
singkat, kepala MIJS dapat dikatakan berhasil. Hal itu, dapat dilihat secara
empiris bahwa MIJS telah memiliki sarana dan prasarana fisik non fisik pembelajaran secara memadai.
Sambutan kepala MIJS acara wisuda 30 juni 2001 dihadapan orang tua siswa bahwa
rasa syukur ini patut kita panjatkan mengingat perkembangan kuantita dan
kualita kependidikan MIJS semakin baik dan meningkat. Sambutan selanjutnya,
perubahan, inovasi, dan pemberdayaan MIJS secara fisik, akademik, dan
profesionalisme guru semakin meningkat.
Keberhasilan MIJS selama
tiga tahun terakhir, dapat dilihat dan dicermati dari sambutan kepala MIJS
selanjutnya pada 30 Juni 2001, Pembangunan fasilitas fisik di MIJS dikembangkan
secara bertahap, pertama pembangunan gedung madrasah berlantai dua pada tanggal
28 maret 1999 diresmikan oleh Walikota Malang, dilanjutkan pembangunan sanggar
pramuka dan seni, pada tanggal 21 April 1999 diresmikan oleh ketua YAPIJS.
Kedua, pembangunan dengan
selesainya pembangunan pagar keliling, pavingisasi, parkir kendaraan guru,
gedung koperasi, penyatuan ruang perpustakaan dengan mushala, renovasi tiga
kelas atas menjadi aula semi permanen, dua kamar mandi kafetaria, westafel
kafetaria, dan tandon air kamar mandi atas.
Ketiga, pembangunan
penyelesaian pengeramikan semua lantai madrasah termasuk tempat wudhlu, pos
satpam, kolam ikan, joglo belajar, paving block di laboratorium, kebun IPA, dan
perataan parkir mobil penjemput.
Pembangunan tahap empat
penyelesaian pembangunan gudang tandon air diatas kamar mandi-wudlu, pemberian
saluran air dibawah paving, penyaluran listrik dan tambah daya. Akhirnya,
dilakukan peresmian Laboratorium IPA dan Kebun IPA pada 16 Maret 2000 oleh
Kakanwil Departemen Agama Jawa Timur.
Pada awal Juni 2001 hampir
selesainya pembangunan lima lokal dengan konstruksi lantai tiga. Semua usaha pembangunan ini
dilakukan atas perkiraan kebutuhan (need assasment) didasarkan pada visi
kemasa depan (creating for the future) bahwa MI Jenderal Sudirman
diharapkan dan diproyeksikan menjadi salah satu institusi pendidikan dasar
berciri ke-Islaman yang mempunyai kualitas. Pembangunan bertahap ini, kata
kepala MIJS memakai konsep self managing school, yaitu madrasah
swakelola mandiri.
Kemudian, inovasi
pembelajaran yang dilaksanakan menurut pernyataan kepala MIJS 26 Agustus 2001
berupa team teaching, integrated curriculum, integrated
learning, pengelompokan siswa, dan pondok ebtanas dan pembaharuan alat
pembelajaran (komputerisasi, penggunaan VCD). Inovasi non akademik diwujudkan
dengan pelayanan khusus, dulu 1 Pramuka, seakarang 15 kegiatan ekstra
kurikuler.
Dari inovasi pembelajaran
baik fisik dan non fisik dapat dilihat dari hasil perolehan NEM siswa semakin
meningkat dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2001 MIJS meraih sepuluh terbesar
perolehan NEM se-kota Malang. Untuk non akademik MIJS dapat meraih berbagai
prestasi yang diadakan oleh instansi lain.
Inovasi dalam pemberdayaan
sumber daya manusia, menurut kepala MIJS 26 Agustus 2001 bahwa guru dilibatkan
dalam forum-forum ilmiah, misalnya pelatihan, seminar, lokakarya, konsorsium.
Terbukti guru MIJS menjadi petatar KPI
Jawa Timur, 1 Matematika, 2 petatar IPA, dan 2 petatar Super Camp.
Pandangan diatas diperkuat
Arifin (1998 : XII), faktor-faktor yang memberi dukungan terhadap pencapaian
prestasi madrsah meliputi: (1) Fasilitas fisik dan peralatan pendidikan yang
baik (2) guru-guru dan staf pendukung yang kompeten dan mempunyai komitmen
tinggi (3) Pembelajaran yang berdiferensiasi (4) Harapan dan kepercayaan yang
tinggi, dan dukungan yang tinggi, dan dukungan yang kuat dari orang tua dan
masyarakat sekitar (5) organisasi rasional dan harmonis (6) komitmen yang
tinggi terhadap budaya lokal dan agama (7) Iklim kerja yang sehat, serta
motivasi dan semangat kerja yang tinggi (8) keterlibatan wakil kepala sekolah
dan guru (9) Kepala sekolah yang efektif (10) Dukungan figur-figur kreatif yang
berwawasan luas dan kaya gagasan.
Berangkat dari data, dan
keterangan di atas, MIJS mengalami perkembangan, dan keberhasilan dalam waktu
yang cukup relatif singkat, tidak terlepas dari peran kepala madrasah dalam
membuat kebijakan operasional dalam pengelolaan inovasi pendidikan yang
dilaksanakannya. Pandangan ini secara teoritik dan lapangan dibenarkan, kunci
keberhasilan pendidikan sangat tergantung Kepala madrasah (Gorton, 1976 : 244).
Kecerdasan, kepiawian, dan kekreatifan seorang Kepala madrasah merupakan kunci
madrasah akan berhasil. Dari sinilah peneliti tertarik untuk meneliti, dan
memahaminya. Pertanyaan pokok yang muncul
adalah mengapa kepala MIJS melaksanakan inovasi.
B. Rumusan Dan Batasan Masalah
Fokus utama penelitian ini perilaku kepemimpinan kepala
madrasah dalam proses pelaksanaan
inovasi pendidikan. Lebih lanjut diuraikan dalam rumusan dan batasan penelitian
sebagai berikut :
1. Inovasi apa saja yang di kembangkan di MIJS, yang
meliputi aspek fisik dan non fisik ?
2. Bagaimana proses pelaksanaan inovasi di tinjau dari
aspek manajemen pendidikan ?
3.
Mengapa
Kepala MIJS melakasanakan inovasi
pendidikan?
Anda dapat memiliki word/file aslinya
Hanya mengganti biaya administrasi pengelolaan webite sebesar, 50.000,- MURAH Meriah
Anda tidak repot lagi mencari referensi.
Di jamin asli.contohmakalah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2
SELAMAT DATANG
terimakasih telah berkunjung
KUMPULAN JUDUL TESIS MANAJEMEN KLIK
KUMPULAN JUDUL TESIS STUDI AGAMA ISLAM KLIK
KUMPULAN JUDUL Keperawatan KLIK
KUMPULAN JUDUL Tesis PAI USA KLIK
KUMPULAN JUDUL TESIS AHWAL SYAHSHIYAH KLIK
KUMPULAN JUDUL TESIS PENDIDIKAN GURU MADRASAH KLIK
MOHON MAAF JIKA PENGUNJUNG TERGANGGU DANGAN IKlAN :-)
sekiranya mengganggu segera di tutup saja
alhamdulilah, blog dikunjungi 400 orang / hari :-)
kami adalah jasa pencari referensi ILMIAH
hub.0857-351-08864
terimakasih telah berkunjung
KUMPULAN JUDUL TESIS MANAJEMEN
KUMPULAN JUDUL TESIS STUDI AGAMA ISLAM
KUMPULAN JUDUL Keperawatan
KUMPULAN JUDUL Tesis PAI USA
KUMPULAN JUDUL TESIS AHWAL SYAHSHIYAH
KUMPULAN JUDUL TESIS PENDIDIKAN GURU MADRASAH
MOHON MAAF JIKA PENGUNJUNG TERGANGGU DANGAN IKlAN :-)
sekiranya mengganggu segera di tutup saja
alhamdulilah, blog dikunjungi 400 orang / hari :-)
hub.0857-351-08864
No comments:
Post a Comment