PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era globalisasi yang melanda dunia saat ini telah membuat hubungan dan
pergaulan antar masyarakat dunia semakin terbuka, batas-batas negara dalam
pengertian ekonomi dan hukum semakin erat dimana kedua hal ini selalu berjalan
bersamaan. Salah satu model pembangunan ekonomi di era globalisasi adalah
maju pesatnya pasar modal pada suatu negara. Pasar modal sebagai alternatif
pendanaan bagi pengembangan dunia usaha mempunyai peranan strategis dalam
rangka pelaksanaan pembangunan nasional, juga berfungsi sebagai salah satu
sarana investasi bagi pemodal yang mempunyai kelebihan dana.
Dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal berfungsi untuk
memindahkan dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana (lender) kepada
pihak yang membutuhkan dana (borrower) (Husnan, 2005:4). Dengan
menginvestasikan kelebihan dana yang mereka miliki lender atau pemilik
kelebihan dana mengharapkan akan memperoleh imbalan dari alokasi dana
tersebut.
Seperti yang telah kita ketahui tujuan investasi secara lebih luas adalah
untuk mendapatkan keuntungan atas dana yang telah diinvestasikan, sedangkan
secara lebih khusus lagi alasan dan tujuan dalam berinvestasi adalah untuk
mendapatkan kehidupan yang layak di masa yang akan datang, mengurangi
tekanan inflasi dan dorongan untuk menghemat pajak. Menurut Tandelilin
2
(2010:9) ada tiga hal yang menjadi pertimbangan dasar dalam membuat sebuah
keputusan investasi yaitu return, risiko dan hubungan tingkat risiko dan return
yang diharapkan.
Berinvestasi di pasar modal pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh
return, akan tetapi investor tetap harus memperhatikan risiko yang harus
ditanggungnya. Seperti yang telah diketahui bahwa disetiap keputusan investasi
selalu menyangkut dua hal yaitu return dan risiko. Risk and expected return
should always be considered together. An investor cannot reasonably expect to
earn large return without assuming greater risk (Jones, 2009:166). Sedangkan
hubungan antara return dan risiko dalam dunia investasi dikenal dengan istilah
“high risk high return” yang itu berarti bahwa disetiap hasil yang tinggi selalu
diikuti dengan risiko yang tinggi pula.Contoh Skripsi
Menurut Jones (2009:10) “risk is the chance that actual return on an
investment will be different from the expected return”. Menurut Huda dan
Nasution (2008:14) risiko mempunyai hubungan yang positif dan linier dengan
return yang diharapkan dari suatu investasi, sehingga semakin besar return yang
diharapkan semakin besar pula risiko yang harus ditanggung oleh seorang
investor. Sedangkan menurut Tandelilin (2010:102) risiko bisa diartikan sebagai
kemungkinan terjadinya sebuah perbedaan antara return aktual dan return yang
diharapkan. Dari beberapa penjelasan risiko diatas dapat disimpulkan bahwa
risiko adalah sebuah penyimpangan dari return yang diharapkan (expected return)
dengan kemungkinan pendapatan yang diterima (actual return) yang mempunyai
hubungan yang bersifat positif dan linier, sehingga semakin besar return yang
3
diharapkan (expected return) maka akan semakin besar pula risiko yang harus
ditanggung oleh investor.Contoh Skripsi
Untuk mengatasi dan meminimalisir risiko, investor perlu melakukan
diversifikasi dengan cara membentuk sebuah portofolio. Pengertian dari
portofolio itu sendiri adalah kumpulan dari beberapa sekuritas. Dalam
pembentukan portofolio seorang investor selalu ingin memaksimalkan return
yang diharapkan dan risiko yang akan ditanggungnya hal ini sesuai dengan tujuan
seorang investor dalam membuat keputusan berinvestasi. Proses keputusan
investasi merupakan sebuah proses yang berkesinambungan (on going process).
Menurut Halim (2005:4) tahapan-tahapan untuk membuat keputusan investasi
meliputi yaitu (1) menentukan tujuan investasi, (2) melakukan analisis, (3)
membentuk portofolio, (4) mengevaluasi kinerja portofolio, (5) merevisi kinerja
portofolio.
Hal yang tepat bagi seorang investor dalam menentukan tujuan
berinvestasi adalah menyatakan tujuannya untuk memperoleh return dengan
memahami bahwa ada kemungkinan terjadinya kerugian akibat dari adanya
sebuah risiko. Hal ini dikarenakan risiko dan tingkat pengembalian yang
diharapkan (expected return) bersifat linier. Oleh karena itu perlu dilakukan
analisis atas sekuritas atau sekelompok sekuritas yang akan dipilih oleh investor.
Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk analisis, yaitu: (1)
pendekatan fundamental, yaitu pendekatan yang didasarkan pada informasiinformasi
yang diterbitkan oleh emiten maupun oleh administrator bursa efek. (2)
pendekatan teknikal, yaitu pendekatan yang didasarkan pada data (perubahan)
4Contoh Skripsi
harga saham dimasa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga saham di
masa mendatang. Setelah dilakukan analisis terhadap sekuritas-sekuritas yang
tersedia, tahap selanjutnya adalah membentuk sebuah portofolio, dalam tahap ini
akan dilakukan indentifikasi terhadap sekuritas-sekuritas yang akan dipilih dan
proporsi dana yang akan diinvestasikan pada masing-masing sekuritas tersebut.
Dalam pembentukan sebuah portofolio seorang investor perlu untuk
mengevaluasi kinerja dari portofolio tersebut. Tujuan dari evaluasi kinerja
portofolio yang telah dibentuk adalah untuk mengetahui kinerja dari portofolio
tersebut. Apabila hasil dari pembentukan portofolio tersebut kurang baik dan tidak
sesuai dengan tujuan investor dalam berinvestasi maka perlu dilakukan revisi
dengan cara melikuidasi atas portofolio yang ada, kemudian dibentuk sebuah
portofolio yang baru. Kinerja manajemen dan kegiatan operasional yang baik
dapat meningkatkan laba bersih sehingga membuat harga per saham menjadi
tinggi (Firman:2002). Dalam menanamkan modalnya, investor akan
mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya ke perusahaan mana modal akan
ditanamkan. Perusahaan yang dipilih tentu saja perusahaan yang sehat dan
menghasilkan kinerja yang baik.Contoh Skripsi
Pengukuran kinerja portofolio dilakukan melalui proses benchmarking,
yaitu dilakukan dengan cara membandingkan kinerja portofolio yang telah
ditentukan dengan dengan kinerja portofolio lainnya (portofolio pasar). Menurut
Tandelilin (2010: 493) terdapat tiga metode pengukuran kinerja portofolio yang
telah memasukkan faktor risiko ke dalamnya, yaitu indeks Sharpe, indeks
Treynor, dan indeks Jensen. Ketiga metode pengukuran kinerja portofolio tersebut
5
juga disebut dengan risk adjusted return karena ketiga metode tersebut dilihat
dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari
portofolio tersebut.Contoh Skripsi
Di sebuah bursa efek tidak hanya terdapat satu saham yang diterbitkan
oleh satu perusahaan, tetapi terdapat banyak saham yang diterbitkan oleh banyak
perusahaan sehingga bursa efek akan menyediakan sebuah angka indikator untuk
melihat kinerja bursa tersebut secara umum. Angka indikator ini berupa indeks
saham. Indeks saham adalah harga rata-rata dari harga-harga saham yang terdaftar
disebuah bursa. Di Indonesia, Bursa Efek Jakarta memiliki beberapa jenis indeks
saham yang dibagi menjadi beberapa kategori. Selain IHSG ada juga indeks LQ-
45, indeks sektoral, Jakarta Islamic Index (JII), indeks Kompas 100, indeks Papan
Utama, indeks Papan Pengembangan, indeks Bisnis 27 dan lainnya. Indeks saham
paling terkenal yang ada di BEJ adalah IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)
dan LQ-45 (Liquidity-45). IHSG merupakan rata-rata harga saham dari
keseluruhan saham yang terdaftar di BEJ sehingga IHSG menjadi tolak ukur dari
kinerja seluruh saham. Sedangkan LQ-45 adalah rata-rata harga saham dari 45
saham yang memiliki likuiditas paling tinggi di BEJ atau yang biasa disebut
dengan saham blue-chip.
Dalam penelitian Kurniawan (2008) menyatakan bahwa secara umum
diakhir tahun 2007, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(BAPEPAM & LK) mengungkapkan, kinerja indeks saham islami yang diukur
dalam Jakarta Islamic Index (JII) lebih baik dari indeks harga saham gabungan
(IHSG) dan indeks LQ-45 (kelompok 45 saham liquid). Kinerja saham-saham
6Contoh Skripsi
yang termasuk ke dalam Jakarta Islamic Index (JII) menunjukkan trend yang
naik, terlihat dari pertumbuhan indeks sebesar 63,4 % yaitu dari 307,62 pada akhir
2006 menjadi 502,78 pada 10 desember 2007. Sementara indeks LQ-45 hanya
58,77% dari 388,29 menjadi 616,47 sedangkan untuk seluruh indeks yang
tergabung dalam IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) telah mencapai angka
54,54% dari 1805,52 menjadi 2790,26. Hal ini secara keseluruhan menunjukkan
bahwa Jakarta Islamic Index (JII) lebih baik (Kurniawan, 2008:44).
Tabel 1.1
Perbandingan Kinerja Indeks JII dengan Indeks Lainnya
Indeks 2006 2007 Perubahan (%)
JII 307,62 502,78 63,4 %
LQ-45 388,29 616,47 58,77%.
IHSG 1805,52 2790,26 54,54%
Perkembangan kinerja saham syariah yang termasuk dalam Jakarta
Islamic Index (JII) lebih baik dari saham-saham yang termasuk dalam LQ 45
menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan investor untuk berinvestasi pada sahamsaham
yang berbasis syariah semakin meningkat hal ini berarti bahwa tujuan
pendirian Jakarta Islamic Index (JII) untuk meningkatkan kepercayaan investor
yang melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan sebagai wadah bagi
investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah tanpa takut tercampur
dengan dana ribawi dan juga untuk mendukung proses transparasi dan
akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia menunjukkan respon yang
positif.
7
Gambar 1.1
Perkembangan Saham Syariah Tahun 2007-2010
Sumber : www.bapepam.go.id
Gambar 1.1 menunjukkan perkembangan saham syariah di Indonesia sejak
tahun 2007 hingga tahun 2010. Meningkatnya jumlah perusahaan yang terdaftar
dalam saham syariah yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII) di tiap
periodenya menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan mulai merespon positif
dari banyaknya investor yang mulai berminat untuk memiliki saham syariah.
Di Indonesia, perkembangan instrumen syariah dipasar modal sudah
terjadi sejak tahun 1977. Diawali dengan lahirnya Reksa Dana syariah yang
diprakarsai dana reksa. Selanjutnya, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bersama dengan
PT Dana Reksa Investment Management (DIM) meluncurkan Jakarta Islamic
Index (JII) yang mencakup 30 jenis saham dari emiten-emiten yang kegiatan
usahanya memenuhi ketentuan tentang hukum syariah. Pembentukan instrumen
syariah ini untuk mendukung pembentukan Pasar Modal Syariah yang kemudian
diluncurkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 2003.
8
Penilaian kesyariahan suatu saham atau proses screening (penyaringan)
dalam penentuan daftar efek syariah selain dilihat dari sektor kegiatan usaha
perusahaan yang bersangkutan, juga dilihat dari sisi permodalan dari perusahaan
yang dimaksud. Kriteria yang dikemukakan oleh fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) untuk melaksanakan investasi syariah adalah sebagai berikut: (1)
perusahaan yang bergerak dalam industri yang halal, tidak dibenarkan perusahaan
yang bergerak dalam industri yang memproduksi alkohol, jasa keuangan ribawi,
judi, perusahaan senjata gelap, pornografi dan sebagainya; (2) perusahaan yang
mendapatkan dana pembiayaan atau sumber dananya dari utang tidak lebih dari
30% dari rasio modalnya; (3) pendapatan bunga yang diperoleh perusahaan tidak
lebih dari 15%; (4) perusahaan yang memiliki aktiva kas atau piutang yang jumlah
piutang dagangnya atau total piutangnya tidak lebih dari 50% (Manan, 2009 :
222).
Penelitian Wiyanto (2002) mengenai perbandingan kinerja portofolio pada
saham-saham yang tergabung dalam index JII dan LQ-45 menyatakan bahwa
kinerja JII lebih baik apabila dibandingkan LQ-45, hal ini dikarenakan selain
saham-sahamnya sesuai dengan kriteria syariah, dalam beberapa hal kinerja JII
terbukti lebih baik dari LQ-45. Penelitian Kuncoro (2006) mengenai optimalisasi
tingkat pengembalian dan risiko atas investasi pada indeks LQ-45 dan JII
menyatakan bahwa berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan Metode
Sharpe, Treynor, dan Alpha Jensen. Berdasarkan pengukuran tersebut, dapat
disimpulkan bahwa JII memiliki tingkat pengembalian yang lebih baik
dibandingkan dengan tingkat pengembalian LQ-45, kedua indeks harga saham
9
tersebut memiliki nilai tingkat pengembalian yang lebih baik dibandingkan
dengan kinerja pasar (IHSG).
Penelitian yang dilakukan Harahap (2009) mengenai analisis kinerja
saham kategori Jakarta Islamic Index dengan pendekatan tingkat pengembalian
dan resiko (Periode Januari-Mei 2008) menyatakan bahwa berdasarkan hasil
perhitungan parameter pasar Jakarta Islamic Index periode Januari 2008 hingga
Mei 2008, disimpulkan bahwa secara umum saham-saham syariah ini tidak
menguntungkan bila diinvestasikan, hal ini karena tingkat pengembalian pasar
(Rm) negatif sebesar 0,514% lebih kecil dibandingkan dengan tingkat
pengembalian bebas risiko (Rf) yang berdasarkan tingkat suku bunga SBI sebesar
0,1543%.
Dari beberapa hasil penelitian di atas terdapat ketidakkonsistenan antara
penelitian Harahap (2009) yang menyatakan bahwa secara umum saham-saham
syariah tidak menguntungkan bila diinvestasikan, hal ini karena tingkat
pengembalian pasar (Rm) negatif. Sedangkan penelitian Kurniawan (2008),
Wiyanto (2002), dan Kuncoro (2006) menyatakan bahwa secara umum pada
saham-saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII) memiliki kinerja
dan tingkat pengembalian yang cukup tinggi sehingga menguntungkan apabila
diinvestasikan.
Dari perbedaan hasil penelitian diatas, maka akan dikaji ulang apakah
kinerja JII memang lebih baik dan menguntungkan atau sebaliknya. Dengan
mendasarkan perhitungannya pada metode risk adjusted return dengan sampel
perusahan-perusahaan yang listing di JII selama periode pengamatan yaitu sejak
No comments:
Post a Comment