Pendidikan sekolah
lanjutan tingkat pertama
di harapkan
dapat ikut
serta dalam menentukan keberhasilan pendidikan
nasional di
berbagai tingkat pendidikan,
karena pendidikan SMP
merupakan salah
satu peletak dasar
ilmu dan pengetahuan
untuk
memasuki tingkat
pendidikan yang lebih
tinggi. Berdasarkan
Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), terutama
pada tamatan
Sekolah Menengah
Tingkat Pertama diharapkan memiliki:
(1)
kemampuan yang
berkaitan dengan matematika yang
dapat
digunakan
dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain,
ataupun masalah
yang berkaitan dengan
kehidupan nyata, (2)
kemampuan menggunakan
matematika sebagai alat
komunikasi,
(3) kemampuan
menggunakan matematika sebagai
cara bernalar
yang dapat
dialih gunakan pada
setiap keadaan, seperti
berfikir
kritis, berfikir
logis, befikir sistematis, bersifat
objektif, besifat
jujur,
bersifat disiplin dalam memandang dan
menyelesaikan suatu
masalah
(Diknas, 2003: 2).
Contoh Skripsi
Berdasarkan kompetensi yang
harus dimiliki Tamatan
Sekolah Menengah
Tingkat Pertama diatas,
untuk mencapai
kemampuan-kemampuan yang
diharapkan dikuasai siswa,
maka
proses pembelajaran tidak
perlu tertumpu pada
banyaknya materi
yang harus
di ajarkan, akan
tetapi akan lebih
tertumpu pada
penguasaan materi-materi yang
esensial sehingga mampu
untuk
mendorong
tumbuhnya kemampuan-kemampuan tersebut. Menurut
Lastiningsih (2000:
449), mengatakan bahwa
tujuan guru tidak
hanya untuk
menuangkan sejumlah informasi
ke dalam benak
siswa, tetapi
mengusahakan agar konsep-konsep penting
dalam
matematika
dapat dipahami dan tertanam kuat dalam benak siswa.
Dalam pembelajaran matematika di
sekolah hendaknya
seorang guru
menyesuaikan dengan kekhasan
materi ajar dengan
mempertimbangkan tingkat
perkembangan berfikir siswa.
Guru
tidak hanya
menyiapkan bahan ajar
berdasarkan materi pokok
tetapi juga
memperhatikan kompetensi dasar,
dan indikator
pencapaian hasil
belajar yang berkaitan
dengan materi pokok
tersebut. Untuk
mencapai kompetensi yang
telah ditetapkan, guru
harus menjabarkan kegiatan
belajar mengajarnya dalam
bentuk
silabus
atau perencanaan mengajar dengan mempertimbangkan hal-
|
Urutan kemampuan
dasar disusun berdasarkan
klasifikasi
struktur keilmuannya
sehingga tidak menunjukkan
urutan
materi dari
pertemuan kelas yang
satu kepertemuan
|
berikutnya. Oleh
karena itu, pengurutan kemampuan
menjadi urutan
pokok bahasan perlu
dilakukan dengan
mengusahakan
keterkaitan satu sama lain.
Kemampuan ‘pemecahan masalah dan
‘penalaran
komunikasi adalah
kemampuan yang diharapkan
tercapai
melalui belajar
matematika dan bukan
merupakan pokok
bahasan tersendiri
sehingga kemampuan tersebut
dicapai
melalui pengintegrasian atau
penyatuan pada sejumlah
materi yang
sesuai. Pencantuman kemampuan
tersebut
secara eksplisit
atau tersurat dimaksudkan
agar mendapat
Diversifikasi
pada kurikulum ini ditunjukkan dengan tanda
bintang
(*) bagi siswa yang memiliki kemampuan lebih.
Selain untuk
acuan penelitian, indikator
pencapaian hasil
belajar
dapat digunakan dalam menguaraikan materi-materi
lebih lanjut
dan merumuskan tujuan
pembelajaran yang
lebih
khusus (Diknas, 2003: 5).
Guru hendaknya memilih
dan menggunakan strategi
|
belajar yang
melibatkan siswa aktif,
baik secara mental,
fisik,
maupun sosial.
Untuk mengatifkan siswa,
guru perlu memberikan
bentuk soal
yang mengarah pada
jawaban divergen/terbuka dan
investigasi/penyelidikan. Terkait
hal tersebut, Hudoyo
(dalam
Ichsan, 1999:
3) menyatakan bentuk
soal dalam pengajaran
matematika di
bedakan dua jenis,
yaitu latihan dan
masalah.
Latihan bersifat
melatih siswa agar
terampil atau aplikasi
dari
pengertian yang
baru diajarkan, sedangkan
masalah menghendaki
kemampuan siswa
menggunakan sintesis dan
analisis terhadap
Keberhasilan pembelajaran matematika salah
satunya
ditentukan
oleh pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Untuk
mencapai tujuan
pengajaran diperlukan penggunaan metode
pembelajaran yang
optimal. Ini menunjukkan bahwa
untuk
mencapai kualitas
pengajaran yang tinggi
setiap mata pelajaran
khususnya matematika harus
terorganisasi dengan strategi
pengorganisasian yang
tepat dan selanjutnya
disampaikan kepada
siswa
dengan strategi yang tepat pula.
Model-model pembelajaran telah
banyak dikembangkan,
salah
satunya adalah model investigasi
matematika. Hopkins yang
mendefinisikan
investigasi matematika merupakan kumpulan tugas
pemecahan masalah
yang memiliki ciri-ciri
isinya multidimensi,
bentuk
soalnya divergen, merupakan suatu
eksplorasi dan berpusat
pada suatu
tema. Model investigasi
matematika menurut Thelen
yang mempunyai
enam langkah kegiatan
siswa yaitu pertama
memahami masalah, kedua mengeskplorasi masalah, ketiga
|
merumuskan
tugas belajar, keempat
aktifitas belajar siswa,
kelima
analisa
kemajuan belajar siswa, dan keenam mengecek ulang hasil
pelajaran. Model
investigasi menurut Thelen
yang di terjemahkan
dalam enam
langkah kegiatan yaitu: (1)
siswa berhadapan dengan
situasi yang
problematik, (2) siswa
melakukan eksplorasi sebagai
respon terhadap
situasi yang problematik, (3)
siswa merumuskan
tugas-tugas belajar
atau “l !"#$#%& '!() dan
mengorganisasikan
untuk belajar,
(4) siswa melakukan
kegiatan belajar perorangan
atau kelompok,
(5) siswa menganalisis kemajuan
dan proses yang
dilakukan dalam
belajar kelompok, (6)
melakukan proses
mengulang
kegiatan atau “" *+*l &!*'$,$'+ (Ichsan, 1999: 5).
Strategi pembelajaran investigasi penting untuk digunakan alasan
dalam matematika. Beberapa pentingnya pembelajaran dengan
srategi investigasi matematika
antara lain
adalah
(1) daya nalar siswa akan terasah dengan baik, (2) kreatifitas
dan keinginan (curiosity) siswa
meningkat, (3) motivasi
belajar
siswa
untuk berperan meningkat, terutama untuk diskusi, berdebat,
berkresi, dan
mengambil atau menanggung
akibat, (4) wawasan
dan pengetahuan
siswa meningkat, terutama
dalam melihat suatu
masalah secara
analitis, sintetis dan
sistematis, (5)
rasa
kebersamaan siswa
meningkat melalui tukar
pikiran untuk saling
memberi dan
menerima pemikiran dan
pengerjaan siswa lain, dan
|
|
|
(6) rasa
saling menghormati diantara
siswa meningkat melalui
tantangan untuk
memberikan urunan pemikiran, cara,
langkah,
teknik,
atau alasan dalam proses penyelesaian masalah (Muhsetyo,
1999:
74).
Berdasarkan kurikulum
berbasis kompetensi untuk
bidang
studi
matematika (Diknas, 2003:13), Teorema Pythagoras diajarkan
pada kelas
2 SMP Negeri
semester ganjil. Teorema
Pythagoras
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, untuk
memecahkan
masalah dalam matematika.
Dari
hasil wawancara pada tanggal 4 September 2004 dengan
salah satu
pengajar di SMP
Negeri 2 Batu
mengatakan bahwa
masih banyak
siswa yang mengalami
kesulitan terutama dalam
mengubah bahasa
sehari-hari kedalam bentuk
matematika, dan
dalam menentukan
penyelesaian soal-soal cerita
dalam teorema
Pythagoras. Hal
ini sejalan dengan
pendapat Mac Gregor
dan
Stacey (dalam
Rohani, 2003: 2),
dalam penelitiannya ia
menyatakan
bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
memformulasikan persamaan-persamaan aljabar dari
suatu
informasi yang
disajikan dengan menggunakan kalimat
(soal
cerita).
Soal-soal yang
berhubungan dengan bilangan
tidak begitu
|
menyulitkan bagi
siswa yang memiliki
kemampuan kurang akan
soal-soal yang
menggunakan kalimat atau soal
cerita sangat
menyulitkan siswa
yang berkemampuan kurang.
Beberapa
kesalahan siswa
dalam menyelesaikan soal-soal teorema
Pythagoras, yaitu
(1) kesalahan dalam
menentukan bagian-bagian
yang diketahui dan
yang ditanyakan dalam
soal, (2)
menerjemahkan soal
cerita ke dalam
model matematika, dan
(3)
menyelesakan model
matematika yaitu kesalahan
siswa dalam
melakukan cara
komputasi/menghitung yang diperlukan untuk
mencari jawaban
dari model matematika
tersebut (Rohani, 2003:
3).
Beberapa
pendapat di atas, menunjukkan bahwa siswa masih
mengalami kesulitan dalam
memecahkan masalah teorema
Pythagoras yang
berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari, hal ini
disebabkan model
pembelajarannya masih menggunakan model
pembelajaran
konvensional, yaitu guru dalam mengajarkan teorema
Pythagoras mengikuti
alur memberi informasi,
ceramah, latihan
soal, dan
pemberian tugas. Padahal
pembelajaran konvensional
yang mengacu
pada pandangan behavioristik sudah
saatnya dikaji
ulang
atau bahkan ditinggalkan sama sekali (Usman,1992: 34).
Mengingat pentingnya
peranan teorema Pythagoras
dalam
matematika dan
dalam kehidupan sehari-hari, maka
pemahaman
|
teorema Pythagoras
perlu ditekankan sedini
mungkin. Dengan
demikian, pembelajaran teorema Pythagoras
harus diarahkan pada
pemahaman
siswa bukan pada perolehan informasi (Tamrin, 2003:
1).
Dengan model investigasi, diharapkan dapat memacu para siswa
SMP
Negeri 2 Batu untuk bekerja sama, saling membantu bertukar
pendapat, berdiskusi, saling
menerima satu sama
lain dari
perbedaan kemampuan
dan latar belakang
dalam memcahkan
masalah melalui
penyelidikan secara kelompok
untuk mencapai
tujuan
bersama.
Berdasarkan fenomena di
lapangan maka peneliti
menganggap bahwa
hal ini merupakan
masalah yang perlu
dipecahkan. Untuk
memecahkan persoalan tersebut, perlu
dikembangkan
suatu pembelajaran teorema Pythagoras yang dapat
membuat pembelajaran efektif, bermakna, dan
menarik. Maka dari
permasalahan diatas peneliti menggambil judul
!IMPLEMENTASI MODEL
INVESTIGASI MATEMATIKA
UNTUK MENGEFEKTIFKAN PEMBELAJARAN
MATEMATIKA PADA
MATERI TEOREMA PYTHAGORAS
KELAS
2 SMP NEGERI 02 BATU".
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah
diuraikan diatas,
maka penelitian
ini akan terfokus
pada hal-hal yang
berkaitan
dengan bagaimana mengimplementasikan model
investigasi
|
Pythagoras.
Kejelasan fokus penelitian ini tampak dalam pertayaan
penelitian
dan tujuan penelitian
a. Bagaimana penerapan model investigasi
matematika yang dapat
mengefektifkan pembelajaran teorema
Pythagoras pada siswa
kelas
2 SMP Negeri 2 Batu.
b. Bagaimana
hasil yang dicapai
siswa dalam pembelajaran
teorema Pythagoras
dengan menggunakan model
investigasi
matematika.
|
|
No comments:
Post a Comment