penulis : -
kode : 020
Judul : Tingkat daya serap siswa Terhadap pendidikan agama islam Di sekolah menengah pertama negeri 3 batu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan perubahan paradigma baru belajar dan pembelajaran di abad XXI lebih menekankan pada: 1) tuntutan belajar sepanjang hayat. 2) tuntutan pembelajaran yang bergeser mengacu pada abad pengetahuan dan global education. 3) adanya berbagai temuan melalui kajian ihwal metodologi pembelajaran dalam kaitannya dengan gaya belajar siswa dan otak yang berimplikasi pada perlunya perubahan pembelajaran. 4) kebijakan pemerintah terhadap peningkatan mutu pendidikan, baik proses maupun hasil pembelajaran dengan mencanangkan kebijakan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik (Muhaimin, 2003:127).
Peningkatan pendidikan meliputi seluruh aspek dalam pendidikan merupakan hal yang starategis dalam membentuk bangsa yang berkualitas. Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN, 2003:2).
Pendidikan nasional mempunyai tujuan sebagaimana yang telah tertera dalam GBHN, yaitu: Pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan bertujuan untuk meningkakan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat keperibadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada empat krisis pokok, yang berkaitan dengan kuantitas, relevansi atau efisiensi eksternal, elitisme, dan manajemen. Lebih lanjut dikemukakan bahwa sedikitnya ada tujuh masalah pokok sistem pendidikan nasional:1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik. 2) pemerataan kesempatan belajar, 3) masih rendahnya efisiensi internal system pendidikan, 5) status kelembagaan, 6) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, dan 7) sumber daya yang belum professional (Mulyasa, 2002:4)
Lebih-lebih dunia pendidikan sekarang ini dihadapkan pada pendidikan yang kompetitif dan inovatif. Di dalam persaingan diperlukan kualitas individu sehingga hasil karya atau produk-produk yang dihasilkan dapat berkompetisi yang berarti mendorong kearah kualitas yang semakin lama semakin meningkat. Kualitas yang baik dan terus meningkat hanya dapat diciptakan oleh manusia-manusia yang mempunyai kemampuan berkompetisi. Kemampuan untuk berkompetisi dihasilkan oleh pendidikan yang kondusif bagi lahirnya pribadi-pribadi yang kompetitif (Tilaar, 2000:15).
Dalam konteks pembaharuan pendidikan, ada tiga isu yang perlu disoroti, yaitu pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektifitas metode pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus komprehensif dan responsive terhadap dinamika sosial, relevan, tidak over load, dan mampu mengakomodasi keberagaman keperluan dan kemajuan teknologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Dan secara mikro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa. Ketiga hal itulah yang sekarang menjadi fokus pembaruan pendidikan di Indonesia (Nurhadi, dkk, 2004:2).
Selain itu kualitas hasil belajar dewasa ini menjadikan siswa yang menguasai bahan pelajaran dengan dihafal dari pada menguasai keahlian tertentu. sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan digunakan/ dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. mereka sangat butuh untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja (Depdiknas, 2002:1 dalam Nurhadi, dkk, 2004:3).