Pendidikan yang selalu dituntut untuk berkembang dan mampu
mengikuti zaman bukanlah sebuah hal baru atau menjadi tugas baru, karena
memang sudah seharusnya kalau pendidikan harus bisa berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman. Mewujudkan pendidikan yang bisa mengikuti
perkembangan zaman tentunya tidak hanya dengan memperbaiki kurikulum
ataupun inovasi-inovasi baru dalam manajemen pembelajaran tapi juga bagaimana
sebuah lembaga pendidikan atau sekolah bisa menciptakan inovasi-inovasi baru
dan menjalankannya.Contoh Skripsi
Dalam buku petunjuk sistem nilai yang dikeluarkan oleh pemerintah,
sekarang batas ketuntasan maksimum adalah 100 untuk ranah kognitif dan
Psikomotor, sedangkan untuk ranah afektif dapat menggunakan huruf A sampai
C. Pada praktiknya, batas lulus yang digunakan adalah 75, tetapi hal itu bukan
harga mati. SKBM/KKM dapat disesuaikan dengan kondisi mata pelajaran
maupun faktor-faktor yang menunjang terhadap ketuntasan KKM, seperti
disebutkan diatas. Sementara itu, bagi peserta didik yang belum mencapai
ketuntasan harus mengikuti remedi.1
Kalau kita melihat kebelakang, istilah remedial sebetulnya bukanlah
Sesutu yang baru dalam dunia pendidikan. Sudah lama istilah tersebut dikenal,
1 Dewi Syafriani, Remedial dan Motivasi Belajar Para Siswa (http:www.Pikiran Rakyat
Cyber Media. Com diakses 26 september 2007)
baik untuk tes maupun pembelajaran. Akan tetapi sejak digulirkannya kurikulum
2004, istilah remedi terasa lebih hangat dan merasuki semua guru dan siswa.
Sebagaimana diketahui, dalam kurikulum 2004, sistem penilaian hasil kegiatan
pembelajaran menggunakan acuan kriteria.
Acuan tersebut berasumsi, bahwa setiap siswa dapat belajar apa saja,
hanya waktu pencapaiannya yang berbeda. Konsekuensi dari acuan itu adalah di
adakannya program remedi bagi sisiwa yang belum mencapai batas ketuntasan,
serta diberikannya program pengayaan bagi mereka yang telah mencapai
SKBM/KKM. Sampai saat ini, karena berbagai kendala, para guru belum banyak
memikirkan sistem pelaksanaan pengayaan. Perhatian lebih banyak tercurah untuk
melaksanakan remedi bagi siswa yang belum mencapai batas ketuntasan.
Fenomena tersebut diatas memunculkan sistem baru dalam pendidikan
untuk menghasilkan lulusan (Output) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
daerah tersebut dan dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya. Tapi kenyataan
yang ada tidak semua lembaga pendidikan menghasilkan lulusan (Output) yang
sesuai dengan standart nilai yang telah ditentukan, karena dalam proses
pembelajaran sering dijumpai berbagai permasalahan yang menjadi kendala dalam
proses belajar mengajar (PBM) yang disebabkan adanya keanekaragaman
kemampuan dan karakteristik gaya belajar, sehingga tingkat penguasaan belajar
berbeda antara siswa satu dengan siswa lainnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ischak.S.W dan Warji: bahwa dalam
proses belajar mengajar, guru dihadapkan pada kenyataan bahwa terdapat
keanekaragaman individu siswa. Dengan keanekaragaman tersebut maka
keanekaragaman hasil beranekaragam juga.2Contoh Skripsi
Menurut Cece Wijaya, salah satu faktor kesulitan belajar siswa adalah
disebabkan lemahnya kemampuan siswa dalam menguasai pengetahuan dan
ketrampilan dasar tertentu, pada sebagian materi pelajaran yang harus dikuasai
sebelumnya.3
Fenomena adanya tingkat penguasaan siswa yang berbeda-beda, maka
akan berbeda pula dalam ketuntasan belajar mereka, sehingga baik siswa yang
cepat belajarnya maupun yang lamban belajarnya akan mengalami kesulitan
belajar. Siswa yang lamban belajar adalah siswa yang tidak dapat menyelesaikan
kegiatan belajar dalam batas waktu yang ditentukan, dan biasanya siswa golongan
ini membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan kegiatan belajar,
yang imbasnya adalah mereka tidak dapat mencapai standar nilai yang harus
ditempuh dalam suatu mata pelajaran atau Kriteria Katuntasan Minimal (KKM),
sehingga tidak menutup kemungkinan solusinya adalah dengan diberikan remedi
(pengulangan, perbaikan) pada mereka.Contoh Skripsi
Pengajaran Remedial (Remedial Teaching) dalam pelaksanannya akan
mengalami perbedaan konsep sesuai dengan taraf kesulitan yang dihadapi siswa
dalam memahami dan mengamalkan materi pelajaran. Kenyataan yang ada
menunjukkan, bahwa masih ada siswa yang belum dapat mencapai prestasi belajar
yang diharapkan yaitu prestasi untuk mencapai kriteria ketuntasan minimal
2 Ischak S. W. dan Warji, Program Remedi Dalam Proses Belajar Mengajar. (Jogjakarta;
Liberty, 1987) hlm. 34
3 Cece Wijaya, Pendidikan Remedial Sarana Pembangunan Mutu SDM, (Bandung; Remaja
Rosdakarya, 1995), hlm. 4
(KKM). Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang mendapat nilai
prestasi belajar yang masih dianggap kurang. Fenomena tersebut tidak hanya
dialami oleh sekolah-sekolah yang tergolong dalam tigkat biasa, bahkan di
sekolah yang sudah diakui prestasinya baik sekolah swasta maupun negeri.
Remedial Teaching ini bersifat khusus, karena disesuaikan dengan
karakteristik kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Dalam proses bantuan akan
lebih ditekankan pada usaha perbaikan melalui cara mengajar, menyesuaikan
materi pelajaran dan cara-cara lainnya. Para pendidik (Guru) mempunyai peran
khusus dalam membantu siswanya yang mengalami kesulitan belajar, dan
dibutuhkan keuletan dan kesabaran dari guru yang bersangkutan agar pelajaran
yang disampaikan dapat dimengerti dan diamalkan, dengan Remedial Teaching
diharapkan dapat membantu siswa agar lebih meningkat hasil belajarnya dan
meraih cita-citanya, karena kesuksesan belajar peserta didik adalah juga
kesuksesan guru.
Seperti halnya di Madrasah Ibtidaiyah Jenderal Sudirman Malang,
maskipun lembaga pendidikan ini termasuk sekolah yang berprestasi bahkan
sebagai sekolah terakreditasi A (unggul), seharusnya semua peserta didiknya juga
berkualitas dan sepertinya hampir tidak mungkin ada siswa bermasalah dalam
mencapai standar ketuntasan belajar minimalnya, selain itu juga proses
penerimaan siswa baru dilakukan dengan teliti dan dengan penyaringan yang
ketat, kenyataan berkata lain, sebagaimana bukti dilapangan yang peneliti
dapatkan bahwa, ada beberapa siswa yang berkesulitan dalam belajar dan belum
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus ditempuh.
Beberapa sisiwa MIJS Malang yang menjadi obyek penelitian dalam
skripsi ini terbukti memperoleh nilai rata-rata 60 pada mata pelajaran Fiqih, 50
pada mata pelajaran Bahasa Arab, dan 60 pada mata pelajaran Matematika,
sedangkan untuk mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) mereka harus
mencapai nilai 75 pada mata pelajaran Fiqih, 60 pada mata pelajaran Bahasa Arab
dan Matematika.
Selain itu Remedial Teaching yang dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah
Jenderal Sudirman merupakan program yang dikhususkan pada siswa yang
"bermasalah" dalam hal pemahaman terhadap materi pelajaran baik umum
maupun agama. Program ini dilaksanakan satu tahun dua kali yaitu, sesudah
penerimaan rapor sisipan dengan mengambil data dari wali kelas atau guru bidang
studi yang mengajar.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang program remedial teaching yang telah dilaksanakan oleh MI
Jendral Suderman Malang, yaitu program remedi tuntas standart nilai untuk
memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh program tersebut dalam membantu peserta didik yang mengalami
kesulitan dalam menuntaskan suatu pelajaran dan dalam mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM), dan menjadikannya sebagai bahan penelitian dalam
sekripsi dengan judul "IMPLEMENTASI PROGRAM REMEDIAL TEACHING
DALAM MENCAPAI KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)
PESERTA DIDIK DI MI JENDRAL SUDIRMAN MALANG".
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi program Remedial Teaching dalam mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) peserta didik di MI Jenderal
Sudirman Malang?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat implementasi program Remedial
Teaching dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) peserta
didik di MI Jenderal Sudirman Malang?
3. Bagaimana hasil dari program Remedial Teaching dalam mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) peserta didik di MI Jenderal
Sudirman Malang?
No comments:
Post a Comment