A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peranan yang
sangat esensial dalam mencetak
kader bangsa yang cerdas, berkualitas baik
dalam segi ilmu pengetahuan,
keterampilan, teknologi dan sebagainya.
Lembaga formal dalam
penyelenggaraan pendidikan, bertanggung
jawab besar dalam memberikan
perubahan yang layak bagi anak didiknya
demi menyongsong kehidupan masa
depan yang lebih layak. Pendidikan juga
memberikan kontribusi yang sangat
besar terhadap kemajuan suatu bangsa serta
sebagai wahana dalam
menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta
sarana dalam membangun watak
bangsa (Nation Character Building). Adanya
masyarakat yang cerdas dan
berkualitas akan membentuk kemandirian
secara progresif serta merupakan
investasi besar untuk berjuang menghadapi
krisis dan dunia global.
Adapun keinginan pemerintah yang
telah digariskan dalam haluan
negara agar pengelolaan pendidikan
diarahkan pada desentralisasi, menuntut
partisipasi masyarakat secara aktif untuk
merealisasikan otonomi daerah. Hal
itu juga perlu adanya kesiapan sekolah
sebagai ujung tombak pelaksanaan
operasional pendidikan pada garis bawah.
Sistem pendidikan yang
mengakomodasi seluruh elemen esensial
diharapkan muncul dari pemerintah
kabupaten kota sebagai penerima wewenang
otonomi. Pendidikan yang
selama ini dikelola oleh pusat
(sentralisasi) harus di ganti mengikuti irama
perkembangan pendidikan yang sedang
berkembang. Otonomi daerah sebagai
kebijakan politik di tingkat makro akan
memberi imbas terhadap otonomi
sekolah sebagai subsistem pendidikan
nasional.
Usaha pemerintah untuk meningkatkan
mutu pendidikan sebenarnya
terus diupayakan melalui perbaikan dan
penambahan sarana dan prasarana
pendidikan, peningkatan alokasi dana
pendidikan, perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum, pembinaan tenaga
pengajar dan tenaga
kependidikan yang lain melalui penataran,
diklat, seminar, workshop serta
peningkatan kesejahteraan para tenaga
pengajar. Semua upaya tersebut telah
dilakukan, namun tidak menghasilkan mutu
yang optimal sebagaimana yang
diharapkan. Sedangkan menurut Sallis
disebutkan:
“sebagian besar rendahnya mutu disebabkan
oleh buruknya
manajemen dan kebijakan pendidikan. Warga
sekolah hanyalah
pelaksana belaka dari kebijakan yang telah
ditetapkan atasannya.
Pendapat Sallis tersebut mendukung
pendapat Juran, salah seorang
begawan mutu dunia. Juran berpendapat
bahwa masalah mutu 85%
ditentukan oleh manajemennya, sisanya oleh
faktor lainnya”
Usaha untuk mewujudkan adanya
peningkatan mutu pendidikan
tersebut mungkin bisa terwujud jika
sekolah dengan segala potensi yang
dimiliki diberi kewenangan untuk mengatur,
meningkatkan dan
mengembangkannya. Pengelolaan dan
pengembangan tersebut tentunya harus
disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan
kebutuhan peserta didiknya.
Pernyataan tersebut melandasi upaya
pemberian otonomi yang luas kepada
sekolah agar secara efektif dan dinamis
dapat mengupayakan peningkatan
mutu pendidikan melalui pengelolaan sumber
daya yang dimiliki sekolah.
Mutu pendidikan sebagai salah satu sarana
pembangunan nasional, bahkan
2
Husaini Usman, Manajemen Teori,
Praktek dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal.
496
2
bisa dikatakan bahwa masa depan bangsa
terletak pada kondisi atau
keberadaan pendidikan yang berkualitas di
masa kini. Sedangkan pendidikan
yang berkualitas hanya akan muncul jika
terdapat sekolah yang berkualitas.
Maka dari itu upaya peningkatan mutu
sekolah merupakan titik strategis dalam
usaha menciptakan pendidikan yang
berkualitas. Peningkatan mutu pendidikan
harus dilaksanakan dengan memberdayakan
serta melibatkan semua unsur
pendidikan yang ada di lembaga pendidikan.
Dalam peningkatan mutu
pendidikan sekolah mengharuskan seluruh
komponen sekolah bekerja sama
dengan berbagai pihak yang memiliki
keterkaitan, misalnya orang tua siswa,
para tokoh masyarakat, dan tenaga
profesional untuk mengevaluasi
keefektifan adanya kebijakan sekolah,
program, pelaksanaan serta mutu
kelulusannya.
Lahirnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintah
Daerah yang menyebutkan adanya penyerahan
wewenang oleh pemerintah
pusat yaitu Otonomi Daerah dalam kerangka
Negara kesatuan Republik
Indonesia dan Undang-Undang No. 25 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah. Undang-undang tersebut membawa
konsekuensi terhadap bidang-
bidang kewenangan daerah sehingga lebih
otonom, termasuk di bidang
pendidikan. Pengelolaan khusus di bidang
pendidikan inilah yang melatar
belakangi adanya penerapan MBS pada setiap
lembaga pendidikan. Dengan
adanya penerapan demokrasi pendidikan ini
ke dalam kerangka MBS, maka
masing-masing lembaga pendidikan di
tantang dan dihadapkan dengan
berbagai masalah dan juga tuntutan seiring
dengan perkembangan di segala
bidang. Maka dari itu sekolah diberikan
otonomi yang lebih besar dalam
kewenangannya untuk meningkatkan dengan
menerapkan keputusan
partisipatif dalam meningkatkan mutu
pendidikan berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional. Dengan demikian
diharapkan demokrasi pendidikan di
sekolah mengarah kepada pemberdayaan dan
kemandirian sekolah serta
adanya pembudayaan yang tinggi dari
potensi masyarakat dan orang tua, baik
melalui perencanaan target mutu,
pendanaan, monitoring, masukan serta
pembimbingan demi mewujudkan mutu
pendidikan yang optimal.
Komitmen pemerintah dalam kaitannya dengan
peningkatan kualitas
pendidikan hendaknya tidak berubah dalam
kondisi apa pun. Artiannya
pemerintah harus tetap konsisten untuk
meningkatkan kuantitas maupun
3
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk mencapai
keunggulan masyarakat bangsa dalam
penguasaan ilmu dan teknologi, yang
ditunjukkan dengan pernyataan politik
dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) tahun 1993. Hal tersebut
diharapkan bisa dijadikan landasan
dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
yang berkualitas dan
berkelanjutan, baik secara makro, meso,
maupun mikro. Adapun kerangka
makro erat kaitannya dengan upaya politik
yaitu desentralisasi kewenangan
dari pemerintah pusat kepada daerah, aspek
mesonya berkaitan dengan
kebijakan daerah tingkat provinsi sampai
tingkat kabupaten, sedangkan aspek
mikro melibatkan seluruh sektor dan
lembaga pendidikan yang paling bawah,
3
4
Syamsul Hadi, Peran Kepala
Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Studi Kasus di SDN Kebondalem Mojosari
Mojokerto, (Tesis, Pasca Sarjana
UM, Manajemen
Pendidikan: 2008), hal. 8.
4
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis
Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 11
MBS merupakan upaya yang sangat rumit,
mengakibatkan munculnya
berbagai isu kebijakan serta melibatkan
banyak lini kewenangan pada rana
pengambilan keputusan dan tanggung jawab
serta akuntabilitas atas
konsekuensi keputusan yang di ambil. Oleh
sebab itu, semua pihak yang
terlibat hendaknya memahami makna MBS,
manfaat, kelemahan dan
kelebihan dalam penerapan, fungsi serta
tujuannya.
Adanya pemberian otonom tersebut merupakan
salah satu bukti
kepedulian pemerintah terhadap
gejala-gejala yang muncul di masyarakat
sekaligus upaya peningkatan mutu
pendidikan secara umum yang menuntut
pendekatan manajemen yang lebih kondusif
di sekolah supaya bisa
mengakomodasi seluruh keinginan dan
memberdayakan berbagai komponen
masyarakat secara efektif, guna memberikan
dukungan atas kemajuan dan
sistem yang ada di sekolah. Dalam rana
inilah MBS tampil sebagai alternatif
paradigma baru manajemen pendidikan yang
ditawarkan. MBS merupakan
suatu konsep yang menawarkan otonom kepada
sekolah untuk menentukan
kebijakan sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu, efisien dan pemerataan
pendidikan agar dapat mengakomodasi
keinginan masyarakat setempat serta
menjalin kerja sama yang erat antara
sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Karena implementasi MBS memerlukan adanya
dukungan tenaga kerja yang
terampil dan berkualitas supaya bisa
membangkitkan motivasi kerja yang
lebih produktif, memberdayakan otoritas
daerah setempat dan mengefisienkan
sistem serta menghilangkan birokrasi yang
tumpang tindih. Edward Salis
menyebutkan:
”suatu kondisi yang menyebabkan rendahnya
mutu pendidikan dapat
berasal dari berbagai macam sumber, yaitu
miskinnya perencanaan
kurikulum, ketidak cocokan pengelolaan
gedung, lingkungan kerja
yang kurang kondusif, ketidak sesuaian
sistem dan prosedur
(manajemen), tidak cukupnya jam pelajaran,
kurangnya sumber daya
dan pengembangan staf.”
5
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan
efisiensi, mutu, dan
pemerataan pendidikan. Adapun peningkatan
efisiensi tersebut bisa di capai
dari keleluasaan meningkatkan sumber daya
yang ada, partisipasi masyarakat,
dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan
mutu bisa di capai dari adanya
partisipasi orang tua, kelenturan
pengelolaan sekolah, peningkatan
profesionalisme guru, adanya hadiah dan
hukuman sebagai kontrol serta hal
lain yang dapat menumbuh kembangkan
keadaan yang kondusif. Sedangkan
pemerataan pendidikan tampak dari adanya
partisipasi masyarakat yang
mampu dan perduli, sementara yang kurang
mampu menjadi tanggung jawab
pemerintah.
6
Terkait dengan keterangan di atas maka
sekolah-sekolah yang mulai
menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah
berusaha untuk meningkatkan
kualitas mutu pendidikan. Pengelolaan
sarana dan prasarana sekolah bertujuan
agar siswa juga bisa menikmati apa yang
dibutuhkan mereka saat berada di
jenjang pendidikan, dengan penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah tersebut
diharapkan sekolah mampu mengupayakan mutu
pendidikan serta hasil dari
implementasi ini bisa terwujud dengan
baik.
Sebagaimana penelitian yang telah
dilakukan oleh Yulius Jumat
tentang “Inovasi dan Peningkatan Mutu
Melalui Manajemen Berbasis Sekolah
Pada Sekolah Binaan UNESCO”
menyebutkan:
5
Edward Salis, Total Quality
Manajemen In Education, Manajemen Mutu Pendidikan (Yogyakarta: Ir
Cisod, cet ketujuh, 2008), hal. 104
6
E. Mulyasa, op.cit., hlm.13.
“pelaksanaan MBS pada pilar transparansi
manajemen, pembelajaran
pola PAKEM, dan peran serta masyarakat di
SD Inpres Sikumana 2
Kupang-NTT secara makro sudah memenuhi
indikator-indikator
keberhasilan dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan.”
Peningkatan jumlah, jenis, serta kualitas
sarana dan prasarana
pendidikan baik pendidikan jalur sekolah
maupun luar sekolah harus di
tunjang oleh perangkat pelayanan manajemen
sarana dan prasarana yang tertib
agar bisa mencapai 3 aspek kegunaan,
yaitu: hasil, ketepatan dan daya guna.
Jika sarana dan prasarana pendidikan bisa
memenuhi 3 aspek kegunaan
tersebut maka diharapkan kualitas
pendidikan bisa terwujud sesuai dengan
harapan.
===================================
===========
==============================================
8
Peningkatan sarana dan prasarana mutlak
diperlukan seiring dengan
dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, perubahan sosial
budaya berpeluang mendorong kebutuhan
masyarakat baik lokal maupun
nasional, lebih-lebih masyarakat global.
Tantangan bagi generasi bangsa masa
depan untuk menyiapkan generasi tangguh
dan siap mewarnai kancah
globalisasi melalui pendidikan merupakan
salah satu faktornya, sehingga
dengan demikian diharapkan siswa siap
menatap kemajuan yang terus
berkembang pesat.
Sekolah MTs. Al-Yasini yang berada di
daerah Areng-areng Wonorejo
Pasuruan ini termasuk salah satu sekolah
yang menerapkan Manajemen
Berbasis Sekolah dalam memberikan
kebijakan dan pemenuhan perlengkapan
sekolahnya (sarana dan prasarana). Hal ini
bisa terlihat dari keterlibatan dan
7
Yulius Jumat, Inovasi dan
Peningkatan Mutu Melalui Manajemen Berbasis Sekolah Pada Sekolah
Binaan UNESCO (studi kasus di SD Inpres
Sikumana 2 Kota Kupang-NTT), UM
Pasca Sarjana,
Program Studi Manajemen Pendidikan, Tesis:
2007.
8
Nurhayati Djamas, Manajemen
Madrasah Mandiri, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan, 2005), hal. 181
7
partisipasi wali murid, stakeholder dan
komponen sekolah yang terkait lainnya
dalam memutuskan kebijakan sekolah.
Sekolah ini merupakan sekolah yang
berada di yayasan yang memiliki beberapa
lembaga pendidikan, antara lain:
SDI, MTs, SMPU, SMPN, MA, SMA, SMK, MAK,
Salafiyah, Diniyah, dan
Perguruan Tinggi.
Latar belakang di atas menarik peneliti
untuk diangkat dalam penulisan
skripsi ini dengan judul: “implementasi
manajemen berbasis sekolah (MBS)
dalam meningkatkan sarana dan prasarana
sekolah di MTs. Al-Yasini Areng-
areng Wonorejo – Pasuruan”, dengan harapan
dapat memberi jawaban
sekaligus kontribusi positif bagi madrasah
yang menerapkan Manajemen
Berbasis Sekolah, terutama dalam
meningkatkan Sarana dan Prasarana untuk
menyongsong madrasah yang berkualitas, dan
membekali peserta didik
memiliki wawasan yang lebih seiring dengan
perkembangan zaman serta
mampu mewarnai kompetisi global, baik
sekala nasional maupun
internasional.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
upaya meningkatkan sarana dan prasarana dalam implementasi
manajemen berbasis sekolah di MTs.
Al-Yasini Areng-areng Wonorejo
Pasuruan?
2. Bagaimana
pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan sarana dan
prasarana di MTs. Al-Yasini Areng-areng
Wonorejo Pasuruan sebagai
bagian dari stakeholders?
3. Apasaja
faktor pendukung dan penghambat implementasi manajemen
berbasis sekolah dalam meningkatkan sarana
dan prasarana di MTs. Al-
Yasini Areng-areng wonorejo
Pasuruan?
No comments:
Post a Comment